Tribunners / Citizen Journalism
Rencana Kenaikan Harga BBM
Harga BBM Naik, Daya Beli Masyarakat Akan Semakin Lemah
"TEROR" rencana kenaikan harga BBM pada 1 April mendatang terus mendatangkan ketakutan bagi rakyat Indonesia.
							Namun, opsi pertama dengan menekan biaya produksi rasanya hampir sulit, bahkan tidak mungkin dilakukan. Mengingat kondisi ekonomi petani, produsen rumahan, dan pedagang kecil yang jauh dari ketercukupan.
Menekan biaya produksi artinya menekan pula jumlah komoditi yang akan mereka jual. Dengan demikian, hal tersebut juga akan mengurangi penerimaan mereka. Akhirnya, opsi menaikkan harga jual tidak lagi dapat ditolak.
Kenaikan harga ini akan menyerang ke bahan-bahan pokok sehari-hari seperti beras, gula, telur, cabai, dan bahan sembako lainnya. Melambungnya harga kebutuhan pokok ini bahkan sudah terjadi sebelum rencana kenaikan BBM ini disahkan oleh DPR.
Di berbagai daerah di tanah air, harga-harga bahan kebutuhan pokok di pasar tradisional terus merambah naik, seperti harga telur yang sudah naik mencapai Rp 2.000/kg, beras yang mencapai Rp 6.000/kg, dan cabai yang bahkan di sebagian daerah di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 100%.
Kondisi melambungnya harga-harga bahan kebutuhan pokok ini akan sangat dirasakan oleh masyarakat kecil, mengingat sebagian besar komoditi yang dijual oleh para petani, produsen, dan pedagang tersebut akan dijual di pasar tradisional.
Akibatnya, pasar tradisional pasca kenaikan BBM ini tidak lagi akan bersahabat dengan masyarakat, mengingat harga-harga yang tidak lagi terjangkau.
Daya beli masyarakat tentu akan melemah karena menurunnya daya jangkau ekonomi mereka untuk membeli barang pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Jangankan untuk mengkonsumsi 2100 kalori per hari seperti standar kriteria garis kemiskinan per hari, mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat pun akan sangat sulit bagi rakyat miskin.
Sementara, kompensasi yang rencananya akan diberikan pemerintah kepada rakyat sebesar Rp 150.000/bulan justru malah ditolak oleh rakyat karena mereka lebih memilih harga BBM tidak naik.
Kompensasi hanya dinikmati 8 bulan, sementara dampak kenaikan BBM bisa berbulan bahkan sepanjang tahun berjalan.
Jika daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut, maka pihak yang secara langsung paling dirugikan adalah produsen, penjual, dan berdampak langsung pada pendapatan mereka. Parahnya, jika kemudian mereka harus menutup usaha mereka akibat kerugian yang tidak lagi dapat ditutupi.
Begitu luasnya dampak dari kenaikan BBM ini, bahkan sampai menyentuh unit terendah dari struktur republik ini. Ironisnya, dengan kondisi yang akan terjadi nanti, pemerintah justru melepas tangan dan menganggap situasi baik-baik saja dan berjalan sesuai dengan keteraturan.
Padahal, rakyat kecil yang seharusnya dilindungi oleh konstitusi dan negara lah yang akan menjadi korban atas kebijakan sepihak ini.
Jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM, itu artinya pemerintah melawan negara dan melawan kosntitusi, dan yang paling penting melumpuhkan pilar ekonomi kerakyatan, yaitu pasar tradisional.
Lalu kemana mereka berlindung dan berharap ekonomi kerakyatan akan bertumbuh? Jelas bahwa kenaikan BBM hanya menjadi 'pelemah' struktur tatanan ekonomi masyarakat kecil!.
	Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
	
	
	 Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.