Kamis, 6 November 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Antara Stabilitas Koersif dan Supremasi Sipil, Pertahanan Rakyat sebagai Titik Temu

Negara di persimpangan: stabilitas koersif atau keadilan sipil? Pertahanan rakyat jadi arah baru kekuatan berbasis kesadaran.

Editor: Glery Lazuardi
istimewa
ARVINDO NOVIAR- Di tengah tarik-menarik dua logika kekuasaan, Presiden berdiri di persimpangan antara ketertiban koersif dan keadilan sipil. 

Arvindo Noviar

  • Tokoh Politik dan Organisator Muda Indonesia
  • Ketua Umum Partai Rakyat sejak 2020
  • Ketua Umum Relawan PRABU (Prabowo Budiman Bersatu) 

Relawan PRABU adalah gerakan persatuan nasional yang kemudian dilembagakan sebagai organ taktis pemilihan presiden. 

Aktivitasnya banyak beririsan antara politik kerakyatan dan gerakan relawan yang menegaskan nasionalisme sipil serta Pancasila sebagai fondasi ideologis perjuangan. 

Di media sosial, aktif mengartikulasikan gagasan tentang kemandirian rakyat, politik kebangsaan, dan solidaritas lintas kelompok

TRIBUNNEWS.COM - Di sekitar Presiden, kini berlangsung tarik-menarik dua watak kekuasaan: yang satu ingin menegakkan ketertiban secepat mungkin, yang lain menginginkan pemerintahan yang tumbuh dari partisipasi rakyat. 

Di satu sisi, terbentang logika ketertiban yang menjanjikan keteraturan melalui disiplin dan kepatuhan. 

Di arah lain, terbentang logika keadilan yang menuntut partisipasi, transparansi, dan supremasi hukum.

Persimpangan ini memperlihatkan perbedaan pandangan tentang hakikat kekuasaan dan manusia di dalamnya: apakah rakyat dilihat sebagai kekuatan negara atau sekadar objek yang harus dijaga ketat. 

Dalam wacana hari-hari ini, istilah stabilitas sering dikumandangkan seolah menjadi kunci tunggal bagi kemajuan.

Stabilitas ditempatkan di atas segalanya, bahkan di atas keadilan sosial itu sendiri.

Padahal di dalam kata stabilitas tersembunyi beberapa paradoks: ia menenangkan sekaligus mengendalikan, ia menjanjikan keteraturan namun sering menunda koreksi.

Dan bila stabilitas dijadikan tujuan, maka rakyat akan diarahkan untuk diam. 

Paradigma koersif sering lahir dari ketakutan terhadap perbedaan. Ia percaya bahwa negara akan kuat bila suara tunggal bisa ditegakkan agar kebijakan dapat dijalankan tanpa banyak perdebatan.

Dalam sistem seperti ini, ketaatan selalu menjadi ukuran moral, dan loyalitas dianggap lebih penting daripada nalar.

Kekuasaan dipelihara dengan menjaga keseragaman, bukan dengan membuka ruang koreksi. Rakyat tidak dilibatkan dalam keputusan, lalu dijaga agar tidak terlalu banyak bertanya.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved