Tribunners / Citizen Journalism
Diskusi Kebudayaan dengan Ray Sahetapy, Mengkaji Gagasan Nusantara, Melacak Jati Diri Indonesia
Benarkah bayi bernama Indonesia itu lahir begitu saja tanpa melalui embrio yang bernama Nusantara?
Penulis: Abdullah Taruna
Wakil Ketua Umum Bidang Politik, Komunikasi dan Ideologi Rumah Gerakan 98
KINI banyak orang hanya mengenal, bahwa Indonesia itu baru ada sejak tahun 1945. Pemahaman ini tidak salah.
Tapi pertanyaannya, benarkah bayi bernama Indonesia itu lahir begitu saja tanpa melalui embrio yang bernama Nusantara?
Pertanyaan tersebut muncul dalam serial diskusi Merawat Kebangsaan” yang diselenggarakan oleh Rumah Gerakan 98, di Gedung Sere Manis, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2017).
Organisasi para aktivis Gerakan Mahasiswa 1998 se-Indonesia tmenghadirkan budayawan yang juga aktor senior Ray Sahetapy “Perspektif Nusantara dalam Strategi Kebudayaan”.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Abdullah Taruna, Wakil Ketua Umum Bidang Politik, Komunikasi dan Ideologi Rumah Gerakan 98 itu, seorang peserta diskusi, Lambok Jeffri Siahaan yang menjabat sebagai Ketua Bidang Buruh, Tani dan Nelayan di organisasi yang sama, menyatakan pendapatnya, bahwa mengenal gagasan Nusantara itu penting untuk membawa bangsa ini menjadi lebih baik.
"Banyak anak muda sekarang yang hanya mengetahui Indonesia itu bermula dari tahun 1945. Namun proses sejarah Nusantara sebagai embrio Indonesia tidak tahu, hingga seolah tidak ada kaitan," kata Lambok.
Telaah Lambok mendapat peneguhan dari Berry, Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Rumah Gerakan 98.
"Bicara Nusantara, itu sama dengan memanggil bangsanya. Mereka yang menganggap Indonesia tidak memiliki kaitan sejarah dengan Nusantara dan tiba-tiba ada pada 1945, itu gagal paham, bahwa Indonesia dibangun salah satunya dari penyerahan tanah ulayat oleh raja-raja di nusantara kepada Pemerintah Republik Indonesia," kata Berry Hariyanto. Properti milik raja-raja Nusantara itu di antaranya adalah tanah wilayah kerajaan dan perairan (ibu pertiwi), langit (wilayah udara) sebagai bapak angkasa.
Pertanyaan-pertanyaan tajam para peserta diskusi disampaikan usai aktor peraih Indonesian Movie Awards 2013 sebagai aktor peran pendukung terbaik dalam film The Raid, Ray Sahetapy memaparkan konsepnya tentang Gagasan Nusantara.
Pertama-tama ia mulai menawarkan sebutan Nusantara sebagai penamaan yang historis, dinilainya menawarkan perasaan nyaman sebagai sebutan wilayah negara bangsa.
Alasannya, kata Ray Sahetapy, kata "nusa" berarti pulau, pulau terdiri dari kesatuan tanah. Adapun “antara” menunjuk pada perairan yang memisahkan antar pulau.
Kepulauan Nusantara pun diapit daratan besar yaitu dua benua: Asia dan Australia. Kepulauan Nusantara juga diapit dua samudera.
"Ini menunjukkan, gagasan Nusantara itu adalah gagasan yang seimbang dan menjaga keseimbangan," kata Ray Sahetapy mengaitkan konstruksi kepulauan Nusantara dengan konstruksi berpikir yang sesuai kosmologi alam Nusantara, seimbang alias budaya berpikir masyarakatnya membentuk harmoni.
"Kepulauan Nusantara itu terletak antara dua benua, dua samudera dan berada di tengah keseimbangan garis bumi khatulistiwa. Dan uniknya, titik-titik garis khatulistiwa berada di empat tempat: Sulawesi, Pontianak, Halmahera (Maluku), dan Bonjol (Sumatera Barat), jadi dari Timur ke Barat," katanya.
Dan jumlah negara yang berada di garis khatulistiwa itu banyak.
"Ada 13 negara, total penduduknya sekitar 750 juta. Kenapa kita tidak memanfaatkan kesamaan atas anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa ini untuk membangun dialog?" kata Ray Sahetapy.
Konsep Pancadharma
Dengan membangun jejaring komunikasi khusus sesama negara khatulistiwa, diharapkan bangsa Nusantara bisa mendapat manfaat positif untuk kesejahteraan dari hasil melaksanakan gagasan seimbang dan berhubungan secara harmonis.
"Keseimbangan itu bisa dicapai bila kita melengkapi Pancasila dengan Pancadharma. Saat 1 Juni, Bung Karno sempat menyebut Panca Dharma tapi tidak melanjutkan, karena yang dibutuhkan saat itu Pancasila," kata Ray Sahetapy.
Bicara Nusantara, kata Ray Sahetapy tidak bisa dipisahkan dengan Pancasila sebagai Dasar Negara alias pandangan hidup bangsa.
"Pancasila itu kan falsafah bangsa, kita memang sudah punya. Itu sebagai ideologi, lalu Pancadharmanya apa?," kata Ray dengan nada bertanya.
Dari pendalaman konsepsi Nusantara tersebut aktor senior yang sempat menjadi aktor pemeran watak di proses produksi film besutan Marvel (Captain America: Civil War), lalu membuat turunan Pancadharma nya alias lima pedoman pengamalan Pancasila.
Menurut Ray Sahetapy, isi Pancadharma sila pertama, "Ketuhanan yang Maha Esa", yaitu, setiap manusia Indonesia wajib menjaga ciptaan Tuhan yang satu, yaitu manusia, hewan, alam dan ciptaan lainnya.
Jadi sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia harus menunjukkan perilaku baiknya secara sosial dengan melaksanakan Pancadharma tersebut.
Sila kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab" dengan mengembangkan ciptaan manusia demi "kemanusiaannya" menuju peradaban yang mulia.
Konsepsi pancadharma sila kedua ini, merupakan pedoman bagi hakikat tujuan pendidikan dan kebudayaan, yang memanusiakan manusia.
Pada sila ketiga "Persatuan Indonesia, Ray menurunkan rumusan pengamalannya dengan mewajibkan manusia Nusantara menjaga persaudaraan antar manusia-manusia yang hidup di nusantara ini.
Untuk sila keempat, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" Ray menyusun pengamalannya sebagai usaha untuk menciptakan aturan main demi kebenaran secara demokratis dan bertanggungjawab kepada orang banyak.
Dan sila kelima "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", Ray memaparkan pengamalannya sebagai cara membagi secara jelas hasil kekayaan bumi nusantara, yaitu dengan komposisi 30 persen untuk negara, 30 persen untuk para pekerja, 30 persen bagi pemodal, serta 10 persen untuk lingkungan hidup dan kesehatan.
Usai menyimak bersama pemaparan Ray Sahetapy, Abdullah Taruna selaku moderator mempersilakan para peserta diskusi baik dari pengurus Rumah Gerakan 98, pegiat lembaga swadaya masyarakat, maupun dosen dan budayawan nusantara bertanya.
Di antaranya Hengky Irawan, Bendahara Umum Rumah Gerakan 98, mengungkapkan antusiasme dia dengan pelaksanaan diskusi budaya yang sudah langka.
Padahal, kata Hengky, sedari lahir hingga menjadi manusia dewasa, manusia pasti bersinggungan dengan budaya.
"Mendengar pemaparan gagasan Bang Ray Sahetapy tentang Nusantara dan konsep Pancadharma, saya merasa ini masuk ke dalam lubuk hati. Sebab, sejak menjadi aktivis 1998 hingga sekarang saya menyaksikan dan mendengar langsung bagaimana banyak orang yang tahu nilai-nilai kebaikan, tapi praktik hidupnya tidak mencerminkan hal itu. Apakah dengan melengkapi Pancasila dengan Pancadharma pandangan hidup manusia yang berbeda dengan perilakunya ini bisa dicegah?" ungkap Hengky.
Meski jarum jam sudah menunjuk ke angka 10.00 malam, diskusi bertambah hangat.
Ray Sahetapy, menjawab pertanyaan Hengky Irawan, bahwa terjadinya kesenjangan antara pandangan hidup manusia yang baik dengan perilaku hidupnya karena ketiadaan Pancadharma itu.
"Jika masyarakat Nusantara mengenali alam lingkungan Nusantara dengan segala potensi dan kekuatan, serta menjalankan Pancadharmanya, maka terpisahnya pandangan hidup dengan perilakunya tidak akan terjadi. Masyarakat akan berupaya menerapkan gagasan seimbang," kata Budayawan senior ini.
Dengan menangkap rumusan Pancadharma dan sistem operasi pedoman amal dari falsafah hidup bangsa yang dirumuskan dari hasil kontemplasi budaya Ray Sahetapy, Wahab Talaohu, Wakil Ketua Umum Bidang Kehormatan Rumah Gerakan 98 menilai betapa pentingnya Pancadharma ini.
"Gagasan Nusantara, pada bagian Pancadharma ini menjelaskan kepada kita semua, bahwa pandangan hidup tidak memiliki arti kalau tanpa diamalkan," kata Wahab.
Ray membenarkan penandasan Wahab.
"Gagasan Nusantara ini mengajak bangsa Nusantara untuk mengenali lingkungan alamnya dengan segala potensi alam, dan kekayaan ragam budayanya. Hal ini juga menuntut pentingnya bangsa kita memiliki ilmu pengetahuan berdasarkan pemahaman gagasan Nusantara. Banyak ekses negatif terjadi karena banyak orang-orang Nusantara yang belajar di luar negeri, pulang dan menerapkan ilmunya secara apa adanya. Kalau ini disinergikan dengan Pancadharma, maka akan mewujudkan keseimbangan, dan impian mengenai kedamaian hidup di Indonesia bisa diwujudkan," papar Ray Sahetapy.
Diskusi berlangsung hangat dan mendapat respon dari peserta dengan penuh antusias.
Saat jarum jam sudah menunjukkan angka 11.30 malam, moderator diskusi Abdullah Taruna dengan disaksikan oleh Sekjen Rumah Gerakan 98, Sayed Junaidi Rizaldi, membacakan 6 poin hasil diskusi, sebelum menutup Seri Diskusi Merawat Kebangsaan:
1. Mengenal Nusantara berarti harus menjaga keseimbangan manusia, kebudayaan, dan lingkungan nusantara sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengenal Nusantara berarti mempelajari kehidupan bangsa Nusantara, memiliki ilmu dan model produksi yang sesuai dengan kebutuhan Nusantara.
3. Mengenal Nusantara berarti tidak menerapkan ilmu impor secara ekstrim. Penerapan ilmu impor secara esktrim, sama dengan memperlakukan ilmu itu sebagai ilmu cetak, paham ekonomi yang diaplikasikan dari negara-negara barat pun menjadi paham Ekonomi Cetak.
Praktis kapitalisme yang dianut pun menjadi Kapitalisme Cetak yang sangat bertentangan dengan model produksi yang seharusnya berbasis kebudayaan Nusantara.
4. Melaksanakan Pancadharma berarti mewujudkan keseimbangan antara pandangan hidup dengan perilaku hidup sebagai pengamalannya.
5. Berdasarkan gagasan Nusantara, maka Nusantara itu memiliki dua wujud berupa perangkat keras, dan perangkat lunak: Lingkungan alam nusantara, manusia (jasad), makhluk hidup lainnya; adapun perangkat lunaknya: kebudayaan sebagai budi dan daya pikir manusia, Pancasila sebagai falsafah bangsa, dan Pancadharma sebagai pengamalannya.
6. Mengingat Gerakan Revolusi Kemerdekaan yang diorganisir Persatuan Perjuangan (PP) gagal merealisasikan Minimum Program: (kemerdekaan 100 persen; Kedaulatan politik 100 persen, Kedaulatan Ekonomi 100 persen, dan Kedaulatan kebudayaan 100 persen), maka dengan demikian melaksanakan gagasan Nusantara, merupakan kewajaran untuk tercapainya keseimbangan manusia dalam hubungan sosial budaya, hubungan politik pemerintahan, dan manusia dengan alam.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.