Minggu, 17 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Jangan Ada Lagi Warga NTT yang Pulang di Dalam Peti Meti

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan, Nusa Tengara Timur merupakan daerah dengan tingkat toleransi tertinggi di Indone

Pos Kupang/Gecio Viana
Jenazah Kris Kolo (23), satu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal desa Ekateta, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang saat tiba di Bandara El tari Kupang, Minggu (1/7/2018) malam. POS KUPANG/GECIO VIANA 

Ditulis oleh: Ibnu Tokan, Aktivis HMI Kupang

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan, Nusa Tengara Timur merupakan daerah dengan tingkat toleransi tertinggi di Indonesia. Ia menuturkan masyarakat NTT selalu mengedepankan aspek kekeluargaan, dan saling menghargai antar umat beragama sehingga patut di jadikan contoh dalam membangun kerukunan umat beragama di nusantara.

Hal diatas patut menjadi kebanggaan warga NTT.

Namun NTT bukanlah surga yang indah nan permai, karena warga NTT terhimpit persoalan ekonomi. Hal ini mendorong warga NTT untuk bekerja menjadi tenaga kerja asing (tka) di luar negeri.

Baca: Gara-gara Jemuran Dipindah, Pria Ini Tusuk Temannya hingga Tewas

Berdasarkan data BPS NTT tahun 2017, menunjukkan rendahnya kualitas angkatan kerja dimana 56,65% masih berpendidikan SD kebawah, 2,67% berpendidikan Diploma, dan 4,46% berpendidikan S1/S2/S3.

Di lihat dari data diatas maka persoalan kualitas tenaga kerja ini hampir di dominasi para TKI yang masih berpendidikan SD kebawah.

Mengapa hal ini bisa terjadi? siapa yang harus di salahkan? Apa tindakan pemerintah terhadap persoalan ini? Dan bagaiamana mekanisme untuk menyelesaikan persoalan diatas?

Berdasarkan data dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kupang Terhitung sejak bulan Januari sampai Mei tahun 2018, sebanyak 32 orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal NTT meninggal di luar negeri,

Baca: Ketua DPC PDIP Madiun Lengser Setelah Gagal Memenangkan Calonnya di Pilkada

Menurut data BP3TKI diatas, belum sampai setengah tahun sudah 32 nyawa masyarakat Nusa Tenggara Timur berdatangan silih berganti seperti kelopak bergantian meninggalkan tangkai yang rapuh.

Kematian seakan-akan menjadi sebuah hal yang lumrah saja di bumi flobamora ini.

Apakah ini patut kita sebut dengan kejahatan semi extra ordinary crime?

Ataukah ada istilah lain yang patut mewakili kejahatan ini?

Baru-baru ini terjadi lagi pengiriman peti mayat setelah tiga hari meninggal di Malaysia, yakni jenasah Kris Kolo (23), satu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal desa Ekateta, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang yang pada pukul 23:00 Wita akhirnya tiba di Bandara El tari Kupang, Minggu (01/7/2018) malam.

Wajah penuh tanda sejuta pertanyaan dan ratap pilu kembali menerpa keluarga almarhum Kris Kolo di ruang kargo bandara eltari ketika peti berwarna putih keluar dari ruang kargo dan langsung dibawah ke rumah duka.

Lagi-lagi kematian demi kematian merajalela di bumi flobamora ini. Seakan-akan NTT menjadi sarang bersamayamnya peti mati.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan