Senin, 18 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Jangan Ada Lagi Warga NTT yang Pulang di Dalam Peti Meti

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan, Nusa Tengara Timur merupakan daerah dengan tingkat toleransi tertinggi di Indone

Pos Kupang/Gecio Viana
Jenazah Kris Kolo (23), satu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal desa Ekateta, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang saat tiba di Bandara El tari Kupang, Minggu (1/7/2018) malam. POS KUPANG/GECIO VIANA 

Lalu apa kita biarkan hal ini tetap terjadi?

Miris melihatnya, Menangis dalam kesunyian, meratap dan memohon kepada pemangku kebijakan untuk segara merespon persoalan ini dan segera menyelesaikannya.

Untuk menjawab persoaslan diatas maka, penulis mencoba memberikan beberapa solusi sebagai berikut.

Baca: Klaim Kemenangan NasDem Dinilai Semu

Yang pertama perlu adanya sebuah forum ilmiah yang membahas khusus terkait masalah tenaga kerja ini karena tidak sedikit TKI asal NTT menyandang gelar TKI ilegal yang berangkat ke luar negeri tanpa melalui mekanisme prosedural yang benar.

Lalu apakah hal ini rakyat yang disalahkan karena tingkat pendidikan dan pemahaman yang masih minim sehingga mudah untuk dipengaruhi oleh para oknum yang bejat dan tengik yang membawa mereka kedalam jurang kegelapan dan berujung pada kematian?

Sebaiknya jangan mempersoalkan siapa yang salah dan siapa yang benar tetapi mari kita bersama-sama mencari jalan keluarnya karena jika hanya menyalahkan satu sama lainnya maka tidak akan menemukan dimana letak titik persoalannya, namun membuat persoalan semakin rumit dan semakin banyak peti mayat yang berdatangan silih berganti.

Yang kedua, pemerintah sebagai pemangku kebijakan juga harus duduk bersama membahas permasalah ini kemudian melahirkan solusi agar tidak terjadi lagi penerimaan peti mayat yang terjadi secara terus menerus di bumi flobamorata ini.

Tentunya salah satu cara yang bisa di tempuh adalah melalui mekanisme politik hukum yang akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan baik dalam skala regional mapun skala nasional sehingga bisa terciptanya keadilan sosial, ekonomi, polititk, maupun hukum di bumi flobamorata ini

Baca: Ketua DPC PDIP Madiun Lengser Setelah Gagal Memenangkan Calonnya di Pilkada

Yang ketiga, penegak hukum harus benar-benar mengakar dan menghujam kedalam sanubari mereka agar persoalan-persoalan yang bernuansa hukum ini bisa di selesaikan.

Sehingga makna dari trias politica (kepastian, keadilan, dan kemanfaatan) hukum dapat dirasakan oleh semua warga demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia terkhususnya rakyat Nusa Tenggara Timur itu sendiri.

Jangan sampai hukum di negeri Nusa Terindah Toleransi ini, mengutip kalimat Jhonson Panjaitan seperti pasar gelap keadilan hukum yang lebih busuk dan bau dari pasar ikan.

Akhirnya penulis mengajak kepada seluruh lapisan warga masyarakat Nusa Tenggara Timur baik pada lapisan bawah, menengah, maupun lapisan atas untuk sama-sama merespon persoalan ini agar terciptanya masyarakat Nusa Tenggara Timur yang madani baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun hukum yang tetap menjaga eksistensinya sebagai nusa terindah toleransi dan bukan menjadi Nusa Tanpa Toleransi yang menjadi rumah penerimaan peti mati. 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan