Tribunners / Citizen Journalism
Revisi UU KPK
Revisi UU KPK Pangkas 13 Kewenangan KPK
Pengesahan ini dilakukan ditengah penolakan yang disampaikan oleh KPK, publik dan kalangan akademisi.
Editor:
Hasanudin Aco
Namun dalam Revisi UU KPK, kewenangan memerintahkan instansi terkait untuk melakukan pencekalan ini tidak muncul.
Contoh lain adalah (menurut UU KPK) dalam rangka menjalankan tugas penyelidikan, KPK berwenang memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait.
Namun dalam Revisi UU KPK, kewenangan pada tingkat penuntutan tersebut tidak diatur. Kewenangan memerintahkan pemblokiran hanya muncul pada tingkat penyidikan.
Pada akhirnya penghapusan sejumlah kewenangan KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam revisi UU KPK menunjukkan bahwa pelemahan KPK itu fakta adanya.
Sebuah “kejahatan legislasi” dan “pembajakan” yang sempurna melemahkan upaya penindakan KPK. Dengan regulasi KPK yang baru dan periode KPK jilid ke-5 dibawah pimpinan Firli Bahuri dapat dipastikan kerja-kerja penindakan KPK akan terhambat dan bukan prioritas utama.
Semakin sedikit aktor korupsi kakap yang akan ditindak KPK. OTT KPK akan menjadi barang yang langka. Korupsi peradilan dan korupsi politik juga mustahil tersentuh.
Selain itu perubahan susunan tugas pencegahan KPK dari sebelumnya pada tugas ke- 4 (UU KPK) kemudian diubah DPR dan Pemerintah menjadi tugas ke-1 (Revisi UU KPK) menunjukkan keinginan Pemerintah dan DPR agar KPK lebih fokus pada upaya pencegahan menjadikan KPK tidak lagi menjadi Komisi Pemberantasan Korupsi namun menjadi Komisi Pencegahan Korupsi.
Selama empat tahun mendatang akan menjadi masa depan suram (madesu) pemberantasan korupsi. KPK lemah, koruptor berjaya.
Cacat prosedural pembahasan Revisi UU KPK, penolakan dari KPK dan banyak pihak serta subtansi yang melemahkan KPK seharusnya bisa menyadarkan Presiden Jokowi untuk membatalkan dukungannya terhadap Revisi UU KPK yang baru saja disahkan.
Jika Presiden Jokowi tidak ingin kehilangan citranya dimata publik dan tidak ingin dianggap sebagai “pinokio” di era modern karena melanggar janji memperkuat KPK, maka salah satu jalan penyelematan KPK yang dapat dilakukan oleh Jokowi adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang intinya membatalkan Revisi UU (Pelemahan) KPK.
1: PERBEDAAN PENGATURAN KEWENANGAN PENINDAKAN KPK MENURUT UU KPK dan REVISI UU KPK
UU 30 Tahun 2002 Tentang KPK (UU KPK) Revisi UU KPK per 16 September 2019
Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
b. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
c. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
d. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
e. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
f. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang diperiksa;
g. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; dan
h. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.