Jumat, 5 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kritik atas Tulisan HMI vs PMII di Muktamar NU ke-34 dan Menyikapi dengan Bijak

Maka dengan ini izinkan penulis yang merupakan seorang santri al-faqir ini untuk memberikan kritikan kepada tulisan tersebut

Editor: Husein Sanusi
SURYA/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
MOLOR - Pimpinan Sidang Slamet Effendy Yusuf (tengahi) didampingi Ketua PBNU Said Aqil Siradj (tiga kanan) memimpin sidang pembahasan Tata Tertib Muktamar NU ke-33 di Alun-alun Jombang, Minggu (2/8). Pembahasan Tatib yang seharusnya digelar Sabtu (1/8) malam, diundur menjadi Minggu (2/8) itu diwarnai sejumlah protes dari sejumlah muktamirin ketika pembahasan dan penetapan tatib. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

Prof. Mahfud merupakan lulusan Pondok Pesantren Salaf yang bernama Somber Langgah sekarang bernama Al-Mardhiyyah yang merupakan berbasic NU. Beliau juga merupakan anak emas dari Gus Dur yang juga diangkat Gus Dur menjadi Menteri Pertahanan di era nya.

Beliau mengaku sebagai keluarga Gus Dur secara idiologis dan sampai saat ini masih menjaga
silaturahim dengan keluarga Gus Dur. Maka tak heran ketika penulis semasa menyantri di
Pesantren Tebuireng, Mahfud MD sering berkunjung ke Pesantren Tebuireng untuk
bersilaturahim.

Maka menjustifikasi Mahfud MD seperti tulisan tersebut patut ditelaah kembali apalagi
menyangkut pautkan untuk tidak menerima Gus Yahya Cholil sebagai Ketum PBNU karena
kader HMI.

Dan mengharuskan kader PMII menjadi Ketum PBNU mendatang juga harus ditelaah kembali agar tidak terlalu fanatik.

Karena Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy‟ari membenci dan menyerukan agar menjauhi kefanatikan atau taqlid buta yang terdapat dalam kitab karya beliau berjudul al-Tibyan fi al-Nahyi „an Muqatha‟ati al-Arham wa al-„Aqarib wa al-Ikhwan , hal. 33, atau selengkapnya bisa dibaca tulisan penulis di situs resmi Pesantren Tebuireng (tebuireng.online).

Terakhir dikalimat penutup pada tulisan tersebut, pada kalimat “Inilah arti penting mengapa
kader terbaik PMII harus menjadi Ketum PBNU. Kecuali Jika Keluarga Besar PMII sudah
mengikhlaskan PBNU di pimpin kader HMI!”.

Kalimat tersebut terasa provokatif dan penggiringan opini, karena jika ditelaah lebih dalam PBNU pernah dipimpin oleh kader HMI yaitu Prof. KH. Hasyim Muzadi yang membawa NU gemilang dan merangkul semua golongan.

Jangan dikarenakan pelengseran Gus Dur yang dituduhkan kepada HMI Connection membuat taqlid buta dan membenci HMI, padahal jika ditelisik kembali pelengseran Gus Dur lebih tapatnya dilengserkan oleh Akbar Tanjung Connection yang di dalam nya mayoritas alumni HMI tecantum dalam Skenario Semut Merah (SEMER).

Nama itu antara lain Akbar Tandjung, Fuad Bawazier, Hidayat Nur Wahid, Alimarwan Hanan,
Hamdan Zoelva, Patrialis Akbar, Azyumardi, Anas Urbaningrum, M. Fakhruddin, dan Amien
Rais.

Maka dengan itu tulisan yang terhormat KH. Imam Jazuli harus ditelaah lebih dalam lagi agar
sesuai dengan Mabadi Khairul Ummah yaitu ash-shidqu (benar atau tidak berdusta) yang
merupakan prinsip sosial yang dikemukakan pada Muktamar NU pada 1939 di Magelang.

Maka dalam hal ini penulis sebagai santri juga ingin menerapkan dalam tulisan ini yaitu tiga
ciri ajaran ahlussunnah wal jama‟ah, ath-thawasuth atau moderat (tengah-tengah), at-tawazun
(seimbang), dalam i‟tidal (tegak lurus).

Penulis sebagai santri dan warga NU berharap Muktamar NU ke-34 mendatang berjalan
sesuai dengan di atas yaitu ajaran ahlussunah wal jama‟ah an-nahdliyah.

Karena sedih jika mengingat Muktamar NU ke-33 pada 2015 di Jombang yang diwarnai kericuhan akibat saling rebut kursi jabatan yang mengakibatkan tangisan dari sesepuh NU, sebagaimana yang disampaikan oleh KH. Miftahul Akhyar yang waktu itu menjabat sebagai Rais Syuriyah PWNU Jatim terdapat KH. Maimoen Zubair, Gus Mus, Mbah Dim, Gus Malik Madani dan lain-lain.

Dalam hal itu mengakibatkan Calon Ketum PBNU, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menarik diri karena menganggap ada kecurangan karena memaksakan sistem ahlul ahli wal aqdi (Ahwa) dan karena hal tersebut membuat pendukung dari Gus Sholat menarik diri dari lapangan Muktamar dan merapat ke Pesantren Tebuireng untuk membuat Muktamar tandingan namun dicegah oleh Gus Sholah.

Mungkin ini yang bisa penulis sampaikan atas keterbatasan ilmu penulis, lebih lanjut bisa
dikonfirmasi kepada penulis yang saat ini duduk dibangku kuliah di Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII), maka dari itu memohon maaf bila ada kekurangan karena
kebenaran hanya milik Allah Ta‟ala, kesimpulan penulis kembalikan kepada pembaca
sekalian karena penulis hanya menyajikan fakta dan data yang ada.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan