Kamis, 28 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

18 Tahun DPD RI dan Perwakilan Daerah

Anggota DPD RI Fadel Muhammad mengatakan, secara normatif, pada kenyataannya pengaturan DPD di dalam konstitusi masihlah sangat terbatas.

Editor: Wahyu Aji
Doc. MPR
Wakil Ketua MPR RI dari Kelompok DPD Fadel Muhammad saat berbicara kepada wartawan, Kamis (18/8/2022). 

Kondisi tersebut cukup menggambarkan masih belum puasnya masyarakat terhadap hasil kerja yang telah dilakukan oleh DPD.

Sebagai lembaga yang lahir dari rahim reformasi tentunya harapan besar terbeban di pundak DPD, terlebih DPD yang diharapkan dapat menjadi penyeimbang bagi representasi partai politik di DPR seharusnya dapat mengoptimalkan perannya dalam pembentukan undang-undang yang dewasa ini cenderung menafikan kehadiran daerah. 

Secara normatif, pada kenyataannya pengaturan DPD di dalam konstitusi masihlah sangat terbatas.

Kewenangan DPD untuk mengajukan dan mengikuti pembahasan sebuah undang-undang dengan tidak dibarengi kewenangan untuk pengambilan keputusan tentunya akan sangat mengerdilkan peran DPD dalam memperjuangkan kepentingan daerah.

Bahkan, pelibatan DPD dalam pembahasan beberapa undang-undang cenderung hanya dapat dinilai sebagai alasan formil belaka agar apa yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 92/PUU-X/2012 dan Nomor 79/PUU-XII/2014 terpenuhi.

Salah satu bukti nyata kurangnya keterlibatan DPD dalam pembentukan undang-undang adalah nir kehadiran DPD dalam pembahasan undang-undang tentang hubungan keuangan pusat dan daerah.

DPD yang memiliki legitimasi sebagai perwakilan daerah pada akhirnya hanya dapat menyampaikan pendangan dan pendapatnya terhadap beberapa rumusan pasal di dalam undang-undang tersebut. DPR bersama Pemerintah lah yang secara konstitusional mengambil peran untuk memutuskan pola hak dan kewajiban hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.  

Tidak berhenti hanya sampai di situ, munculnya kewenangan baru DPD untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap ranperda dan perda juga dikhawatirkan dapat memosisikan DPD untuk berhadap-hadapan dengan daerah.

DPD harus sangat berhati-hati menggunakan kewenangan ini agar apa yang diamanatkan oleh UU 2/2018 tersebut dapat diarahkan sebagai momentum DPD untuk lebih mengharmonisasikan antara kebutuhan hukum di daerah dengan pembentukan hukum dan kebijakan di tingkat pusat. Di sisi lain, secara internal kelembagaan, DPD juga memiliki tantangan yang tidak kalah beratnya. Sebagai lembaga politik yang melepaskan diri dari kepentingankepentingan partai politik, jutsru dapat menempatkan DPD dalam posisi rentan terhadap “godaan” kepentingan politik praktis yang bisa jadi lebih bersifat personal.

Kekhawatiran akan terciptanya konfilk-konflik internal kelembagaanlah yang pada akhirnya menghantui lembaga negara ini dalam menjalankan wewenang dan tugas konstitusionalnya.

Sebagai lembaga yang dibiayai oleh APBN tentunya DPD harus dapat menunjukan kinerjanya semata-mata hanya untuk kemajuan dan kepentingan daerah.

Untuk menangkal segala keraguan tersebut, DPD dapat menjawabnya dengan menghasilkan produk-produk kelembagan, baik itu dalam hal pengajuan usul RUU, hasil pengawasan serta hasil pertimbangannya merupakan sebuah konklusi dari aspirasi dan kebutuhan daerah. 

Baca juga: Fadel: Hasil Penelitian Perguruan Tinggi Banyak yang Belum Dimanfaatkan

Tantangan-tantangan inilah yang seharusnya disadari secara bersama guna dapat mengembalikan lagi DPD pada maksud serta tujuan pembentukannya. Bila kita kembali pada maksud serta tujuan pembentukan sebagaimana yang telah diulas pada awal tulisan ini, tentunya wacana untuk menghidupkan kembali semangat perubahan kelima UUD 1945 merupakan pilihan yang bijaksana.

Terlebih, beberapa kajian yang bersifat teoritis akademis menyebutkan bahwa peniadaan lembaga perwakilan daerah bukan merupakan pilihan tepat, akan tetapi menghadirkan sebuah lembaga perwakilan daerah yang jauh lebih powerfull dalam kerangka penyeimbang kepentingan politik lainnya merupakan kebutuhan bangsa yang memiliki kekayaan serta keanekaragaman sosial budaya. 

Dengan berbagai keterbatasan serta persoalan yang dimiliki DPD, tentunya bukan menjadi alasan bagi DPD untuk menyurutkan semangat dalam memperjuangkan kepentingan daerah.

Justru dengan berbagai keterbatasan tersebut, DPD harus dapat membuktikan kepada para konstituennya di daerah bahwa partisipasi politik yang mereka lakukan dalam menentukan wakil daerah ditingkat pusat bukanlah satu kekeliruan.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan