Tribunners / Citizen Journalism
Analisis Ganjar vs Anies, Ganjar vs Prabowo, Jokowi Jadi Penentu
Ganjar Pranowo jadi pilihan Megawati Soekarnoputri dan mengakhiri spekulasi, acrobat gimmick politik
Oleh: Setya Krisna Sumarga*
MEGAWATI Soekarnoputri akhirnya mengumumkan calon presiden PDI Perjuangan. Ia mengambil momentum apik dan epik pada Jumat Pahing 21 April 2023.
Ganjar Pranowo jadi pilihannya. Keputusan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu mengakhiri spekulasi, acrobat dan gimmick politik yang seolah-olah PDI Perjuangan tak menghendaki Ganjar.
Di penjelasan luring maupun daring, Megawati sejak awal mengesankan calon pilihannya bukan Gubernur Jawa Tengah itu.
Bahkan elite politik di sekitarnya membangun drama konflik, seolah-olah Ganjar Pranowo dimusuhi internal PDI Perjuangan.
Lalu Megawati menjelaskan latar belakang historis dan politis mengapa memilih 21 April, dan mengapa pula di Istana Batutulis Bogor?

Kesan awal, ia ingin menampilkan sosok perempuan sebagai capres pilihannya. Momentum Hari Kartini, peran dan partisipasi perempuan dalam pusaran sejarah nasional, ia jelaskan runtut.
Penjelasan ‘serba perempuan’ itu nyaris menggoyahkan kesimpulan banyak orang. Seolah Megawati ingin memilih Puan Maharani, putri biologis dan anak ideologis Soekarnois.
Lalu tepat pukul 13.45 WIB, Megawati menyebut secara lugas, tanpa ragu, nama Ganjar Pranowo. Pernyataan itu seperti liukan drama dengan plot twist yang susah diduga arahnya.
Kini, terang benderang siapa yang dijagokan Megawati dan PDI Perjuangan di Pemilihan Presiden 2024.
Ganjar diberi Amanah dan tugas kepartaian untuk bertarung.
Pilihan Megawati ini pada akhirnya selaras dengan gambaran ideal sosok yang diinginkan Presiden RI Joko Widodo untuk meneruskan kebijakannya.
Tahun lalu, Jokowi sudah memberi petunjuk agak vulgar sosok berambut putih dan wajahnya berkeriput yang layak menggantikannya.
Persepsi orang jelas diarahkan ke Ganjar Pranowo. Tidak ada orang lain yang bisa disandingkan dengan petunjuk yang diberikan Jokowi.
Kini, Jokowi dan Megawati yang memimpin PDI Perjuangan telah segaris sebarisan. Topik keberlanjutan program pembangunan telah disinggung.
Pilihan Ganjar Pranowo ini seperti memberi pesan, apa yang sudah dikerjakan pemerintahan Jokowi selama dua periode ini akan mendapatkan jaminan keberlanjutan.
Tema ini secara lugas menunjuk posisi Anies Baswedan, yang sudah dipilih Partai Nasdem, PKS, dan Demokrat sebagai calon presiden.
Meski Nasdem adalah parpol penyokong Jokowi di dua periode kepempimpinan, Nasdem pula yang telah menginisiasi Anies Baswedan sebagai figur kontestan Pilpres 2024.
Selama periode kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta, fakta menunjukkan ia memberi pesan dan gambaran antitesa Jokowi maupun Ahok-Djarot.
Program Jokowi semasa Gubernur DKI, yang kemudian dilanjutkan Ahok-Djarot, tak dilanjutkan. Bahkan ada yang dianulir.
Contoh terbaru adalah Ruang Terbuka Publik Kalijodo. Semasa Jokowi dan Ahok, bekas lokalisasi itu disulap jadi ruang publik berfasilitas menarik.
Faktanya, ruang terbuka Kalijodo terbengkali, sama sekali tak diurus, rusak, kumuh. Ini fakta yang menunjukkan Anies di DKI Jakarta memperlihatkan kebijakan antitesa pendahulunya.
Ketika Anies Baswedan dipilih Nasdem, PKS , dan Demokrat jadi capres mereka, maka persepsi umum sudah terbentuk dengan sendirinya. Mudah sekali membaca fakta-fakta ini.
Isu keberlanjutan versi Mega, PDI Perjuangan, dan Ganjar, akan menjadi senjata politik pertarungan di Pilpres 2024 melawan antitesa ala Anies Baswedan dan pengusungnya.
Jika dua figur ini duel, maka pertarungan akan berlangsung sengit. Gambaran muram Pilkada DKI Jakarta ketika Anies vs Ahok ada di depan mata.
Tapi masalahnya, masih ada Prabowo Subianto, calon presiden Gerindra. Bahkan Gerindra dan Prabowo sudah runtang-runtung dengan Muhaimin Iskandar dan PKB.
Iklan tersamar Presiden Jokowi terkait kans Prabowo Subianto sudah muncul beberapa kali, dan diketahui publik.
Ini menjadi bagian paling menarik apa yang akan terjadi sesudah pengumuman Ganjar oleh Megawati di Batutulis.
Endorsement politis Jokowi terhadap Prabowo, dilihat orang sebagai unjuk daya tawar Jokowi kepada Megawati dan PDI Perjuangan.
Apa yang dilakukan Jokowi itu juga jadi unjuk tawar kekuatan dan pengaruhnya kepada parpol-parpol pendukungnya yang masih setia.
Dalam kata lain, Jokowi memang ‘petugas partai’ dalam konteks organisasi PDI Perjuangan, tapi ia memiliki kekuatan politik yang tak bisa diremehkan siapapun.
Jokowi bisa jadi vote getter. Ia masih memiliki daya pikat para pemilih floating mass, atau massa mengambang.
Para pemilih ini umumnya tidak berpartai, berpartai tapi tidak loyal buta. Mereka menggunakan nalarnya untuk menakar kualitas figure yang cocok untuk memimpin.
Kaum milenial, para pemilih pemula cukup besar persentasinya di Pilpres 2024. Kau mini umumnya tak menyukai berpartai.
Mereka tidak punya ikatan organisatoris. Biasa bebas menentukan diri sendiri sesuai persepsi dan keinginannya.
Kelompok ini punya penilaian sendiri terhadap situasi politik. Tidak mudah disetir atau diarahkan untuk memilih figur tertentu, termasuk oleh keluarganya.
Dalam konteks dan situasi politik ini, maka Jokowi bisa memainkan peran sebagai penentu lain di luar kepartaian.
Motifnya sederhana, ia berkepentingan apa yang sudah banyak ia kerjakan di dua periode kekuasaanya, pasti dilanjutkan penerusnya.
Ia memerlukan jaminan kuat dari figur-figur di dekatnya yang sudah ia ketahui loyalitasnya. Prabowo Subianto termasuk di antara figur-figur yang ia percayai itu.
Apa yang akan dikerjakannya? Pertama tentu Jokowi akan terus mengendorse Ganjar Pranowo. Kedua ia akan mencari jalan agar terbangun koalisi besar.
Koalisi itu akan memilih dan menetapkan pasangan capres-cawapres, guna bertarung di Pilpres 2024.
Mungkin saja Jokowi akan berusaha mengarahkan hanya muncul dua pasangan capres/cawapres.
Jika ini yang terjadi, sangat terbuka muncul pasangan Anies Baswedan dan cawapresnya, dan Ganjar-Pranowo berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Apakah Gerindra bisa menurunkan level keputusan politiknya yang mencapreskan Prabowo Subianto? Dalam politik–meminjam istilah Srimulat—tidak ada hil yang mustahal.
Andai kontestasi dua pasangan calon ini yang terjadi, maka pertarungan Pilpres 2024 akan tetap seru, tapi hasilnya di atas kertas akan mudah diketahui hasilnya.
Koalisi jumbo pro-Jokowi dan PDI Perjuangan (Ganjar-Prabowo), bertarung melawan koalisi antitesa Anies dan pasangan wakilnya yang penentuannya tampak masih berbelit.
Kata kunci lain, para pendonor dan sponsor di belakang Jokowi harus diperhitungkan. Mereka amat berkepentingan terkait kelanjutan ekosistem bisnis yang dibangun di dua periode terakhir.
Banyak yang mengistilahkan peran para ‘bandar’ ini sangat signifikan, di manapun konteksnya. Di politik Amerika, penentu siapa Presiden/Wapres AS selalu di balik layar.
Ada tiga yang amat sangat berkuasa dan menentukan di balik layar politik AS. Pertama, industrialis militer. Kedua, lobi Yahudi. Ketiga, intelijen.
Siapapun figurnya, mau muda, tua, Demokrat atau Republik, jika tak selaras dengan kepentingan ‘the big three’ tadi, sulit untuk duduk di Oval Room Gedung Putih.
Ganjar Pranowo sudah diumumkan sebagai capres PDI Perjuangan. Tugas berikutnya, elite PDI Perjuangan dan tim yang dibentuk akan berkomunikasi dengan parpol lain.
Jokowi ada di balik layar, yang tidak mungkin berdiam diri saja. Ia memiliki legacy, kekuatan, dan pengaruh signifikan untuk menentukan drama selanjutnya.
*Setya Krisna Sumarga, Editor Senior Tribun Network
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.