Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Masalah Sosial Merupakan Ancaman Bagi Perdamaian

Semua pemimpin agama dipercaya masih setia menanamkan nilai luhur dan semangat kasih dari setiap agamanya

Editor: Eko Sutriyanto
Hand-out
Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Agung Medan, Pastor Yosafat Ivo Sinaga OFMCap 

Teroris dari kata dasar teror bukan hanya merujuk ke teror bom tetapi juga teror terhadap, seseorang, kelompok tertentu, organisasi tertentu dan agama tertentu. 

John Ibister menguraikan dalam bukunya Promises Not Kept; Poverty and the Betrayal of Third World Development, USA adalah salah satu Negara yang sangat getol memerangi teroris ini sampai ke-akar-akarnya karena itu USA menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk misi yang mereka yakini ini luhur dan mulia karena berazaskan kemanusiaan. Ini berangkat dari pengalaman kelam yang menimpa Amerika, dimana simbol-simbol penting mereka telah dihancurkan oleh teroris lewat tindakan “heroic konyol” dengan menabrakkan pesawat komersil Amerika (dibajak) ke Twin Tower dan Pentagon yang menewaskan ribuan orang. Itu menjadi titik balik USA bangkit berperang melawan teroris bahkan mengejarnya sampai ke Pakistan dan Afganistan. Sejauh ini mereka telah berhasil dengan membunuh pemimpin tertinggi teroris Osama bin Laden beberapa tahun yang lalu di Pakistan, lewat operas “misteri” 

Konkritisasi Perwujudan Damai 

Menurut Lester R Kutz dan Jennifer Turpin, kebijakan publik dalam upaya menciptakan perdamaian terbagi dalam tiga pola, yaitu: 

Pola pertama, perdamaian dengan kekerasan yaitu pendekatan yang menekankan pada penggunaan kekuatan senjata terhadap individu atau negara yang dipandang melanggar hukum.

Ada beberapa asumsi yang melatarbelakangi pola pertama ini. Pertama, satu-satunya cara menghentikan kekerasan adalah dengan kekerasan yang lebih tinggi. Kedua, bahwa dunia dihuni oleh banyak orang jahat atau agresor. Satu-satunya bahasa yang dipahami para penjahat itu adalah kekuatan. Dengan kata lain, tidak ada gunanya mencoba bermusyawarah dengan mereka.

Inilah yang diterapkan oleh aparat keamanan berhadapan dengan kelompok teroris saat ini. Sekarang yang digunakan ialah tindakan kekerasan walau pasti sebelumnya sudah ada proses. Efek negatif dari tindakan ini ialah pihak lawan akan meningkatkan perlawanan sehingga suatu saat mereka bisa saja mengambil tindakan balas dendam.

Pola kedua adalah kontrol hukum, yaitu pendekatan yang menekankan pada prosedur hukum termasuk memberikan batasan-batasan sekitar penggunaan kekerasan. Pola kedua ini bertujuan menghentikan kekerasan dengan kemajuan dan prosedur hukum yang dirancang demi adanya tatanan rasional. Pola yang kedua ini akan berjalan baik kalau semua taat hukum. Penegak hukum menegakkan hukum itu dengan adil tanpa tebang pilih. 

Dalam Kompas cetak Jumat 28 February 2014 dikatakan, “Percuma tegakkan hukum tanpa hadirkan kebaikan, perjuangan kita bukan sekadar untuk memerangi segala keburukan seperti : korupsi, kolusi, kebodohan, kemiskinan, saling menzalimi, dan mengumbar amuk sengsara” Saya pahami ini sebagai ungkapan bahwa penegakan hukum bukanlah keterpaksaan, namun karena kesadaran. Kesadaran itulah yang akan membawa setiap orang kepada kesadaran akan nilai dari hukum itu. Hukum menjadi wadah untuk menciptakan perdamaian dan mempersatukan semua pihak dari semua golongan.  

Pola ketiga keamanan bersama, yaitu pendekatan yang menekankan pada teknik-teknik menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Pola ini dianut oleh agama-agama. Saya yakin semua agama mengedepankan cara damai untuk mencari solusi dari setiap permasalahan. Tindakan kekerasan apalagi perang bukanlah solusi terbaik. 

Dari ketiga pola di atas, pola penyelesaian dengan kekerasan merupakan cara yang telah banyak ditinggalkan karena sudah tidak sesuai peradaban. Sedangkan, kedua pola terakhir, terutama pola keamanan bersama yang tiada lain pola penyelesaian tanpa kekerasan, merupakan pendekatan yang sedang populer karena dipandang lebih manusiawi, sesuai dengan tuntutan penghormatan terhadap HAM dan hak-hak sipil. Pola penyelesaian tanpa kekerasan ini sudah mendapatkan pengakuan dunia di satu sisi dan pola penyelesaian dengan kekerasan sudah mulai ditinggalkan.

Peran Tokoh Penting

Pemerintah kita selalu mengatakan berantas teroris sampai ke akar-akarnya. Mudah-mudahan semboyan ini tetap bergema, bukan hanya selepas sebuah peristiwa teror terjadi. Gerakan melawan teroris harus sampai ke akarnya karena sudah mempunya sel yang kuat. Teroris ini menjadi momok bagi masyarakat yang cinta akan perdamaian dan ketentraman.  Maka sekali lagi pemerintah harus bersikap tegas terhadap organisasi radikal yang sering bertindak atas nama agama. Jangan ada lagi kesan pemerintah diam dan takut.  Pemerintah harus melindungi semua masyarakat tanpa terkcecuali.

Peran dari pemimpin agama juga sangat penting. Tokoh agama adalah partner pemerintah dalam memelihara perdamaian. Dalam sisi tertentu pemimpin agama bahkan lebih berkuasa “memaksa” umatnya mentaati hukum, baik hukum sipil maupun hukum rohani. Mereka mengajak umat secara terus-menerus hidup penuh persaudaraan dengan penganut agama lain. 

Hal lain yang penting ialah taat hukum. St. Thomas Aquinas mengatakan, untuk menciptakan rasa damai dan adil, semua orang harus mentaati hukum, namun si pembuat hukum harus lebih taat hukum. Sedangkan Agustinus dari Hippo menegaskan harus ada keseimbangan hal rohani dan jasmani. Intinya, kaya rohani dan juga kaya jasmani adalah jalan berimbang untuk memerangi kemiskinan dan membangun pendidikan yang berkualitas.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved