Minggu, 9 November 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Menjaga Semangat Kebangsaan di Tengah Tantangan Era Digital dan Globalisasi

Refleksi kebangsaan progresif di UI: dorong kepemimpinan visioner, inovasi, dan kemandirian menuju Indonesia Emas 2045.

Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
IBAS - Kuliah umum di Universitas Indonesia bahas kebangsaan progresif dan kepemimpinan visioner dalam menghadapi tantangan global. 

Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas)   

  • Wakil Ketua MPR RI periode 2024–2029  
  • Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI  

Informasi pribadi  

Tempat/Tanggal Lahir  

Bandung 24 November 1980 (umur 44) 

Latar Belakang Pendidikan   

  • Universitas Curtin, Perth  
  • Universitas Teknologi Nanyang  
  • Institut Pertanian Bogor  

Pekerjaan  

Politikus 

TRIBUNNEWS.COM - Semangat kebangsaan sebagai kekuatan yang hidup dan relevan dengan zaman

Ide kebangsaan harus diterjemahkan menjadi kebijakan publik yang berdampak langsung bagi masyarakat, dengan landasan moral, ilmu pengetahuan, dan kemajuan teknologi.   

Dunia telah berubah dan peta tantangan pun bergeser. Ia menyoroti krisis energi, pangan, dan iklim, disrupsi teknologi dan kecerdasan buatan, serta munculnya polarisasi sosial dan krisis kepercayaan. 

Saya tidak bicara atas nama wakil rakyat saja atau sebagai politisi, tapi dari sisi dunia. 

Hari ini kita melihat bagaimana disinformasi dan distrust terjadi antara negara, rakyat, dan pemimpin. 

Masyarakat dibanjiri berita positif dan negatif, namun tidak sedikit pula yang menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada pemimpin. 

Dalam teori complex interdependence, bahwa dunia kini saling bergantung secara ekonomi, teknologi, dan informasi. 

Kekuatan tidak lagi hanya dibutuhkan oleh pemerintah saja. 

Kita berharap pemerintah semakin kuat dan berdaya, untuk memastikan negara kesatuan dan demokrasi Indonesia dapat benar-benar dijaga. 

Kita juga harus terus terlibat dalam upaya perdamaian dunia, tidak hanya bicara soal ketahanan nasional, tetapi juga kesiapan kita berperan aktif di dunia internasional. 

Peran tersebut harus dibarengi dengan kehadiran ilmu, inovasi, dan data.

Saya mengutip sosiolog Anthony Giddens, “Globalization does not erase nations, it challenges them to redefine themselves” — globalisasi tidak menghapuskan negara, tetapi menantang setiap bangsa untuk mendefinisikan dirinya kembali. 

Nasionalisme lama yang bersifat defensif dan berakar pada sejarah kini perlu bergeser menjadi kebangsaan progresif. 

Yaitu yang terbuka, reflektif, dan ilmiah. Nasionalisme kini harus menatap dunia, bukan menolak dunia. 

Kebangsaan tidak hanya dibicarakan, tapi dikerjakan. Ini dapat diwujudkan melalui pendidikan karakter digital, diplomasi kebudayaan, dan riset strategis berbasis IPTEK. 

Mengutip pesan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono: “Kita tidak bisa mengubah arah angin, tapi kita bisa menyesuaikan layar.” 

Saya juga menyoroti pentingnya kepemimpinan yang visioner di tengah dinamika global. 

Dunia kini menuntut strategic foresight, pemimpin yang progresif, visioner, kolaboratif, dan adaptif,” katanya. 

Saya menegaskan harapannya agar Indonesia menjadi subjek, bukan objek dunia. Tantangannya adalah bagaimana Indonesia dapat berdaulat digital, melakukan transisi energi, dan menjaga stabilitas maritim. 

Adapun solusi yang ia tawarkan meliputi kolaborasi diplomatik, inovasi sumber daya manusia dan riset, serta penguatan ketahanan sosial-ekonomi. 

Pemimpin tidak hanya reaktif, tapi antisipatif. Harus inspiratif, bukan instruktif. 

Sebuah konsep 'Tiga Langkah Indonesia Progresif', yakni Kesadaran Baru, Dorong Inovasi, dan Etika Publik. 

Langkah ini perlu dilandasi oleh cinta tanah air, berpikir kritis dan solutif, menjadikan IPTEK sebagai instrumen kemandirian, serta membangun kepemimpinan berbasis integritas untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045. 

Sebagai sebuah refleksi, pertama, bagaimana konsep kebangsaan progresif dapat diintegrasikan dalam diplomasi luar negeri Indonesia? 

Kedua, bagaimana kita menciptakan strategic leaders dalam ranah diplomasi internasional? 

Dan ketiga, bagaimana kampus dapat menjadi ekosistem digital, moral, dan intelektual dalam politik nasional?”  

Atas tiga refleksi tersebut melalui penelitian, inovasi, dan pengabdian kepada masyarakat.  

Pernyataan ini disampaikan saat memberikan kuliah umum bersama Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB) Universitas Indonesia. Dalam paparannya yang bertajuk “Dari Ide ke Aksi: Refleksi Kebangsaan, Kepemimpinan, dan Tantangan Global. 

Dalam diskusi publik bertemakan “Kebangsaan Progresif: Membangun Indonesia Melalui Gagasan dalam Menghadapi Tantangan Global” di Institute for Advancement of Science Technology & Humanity (IASTH) Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta. 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved