Minggu, 21 September 2025

Buku The New China Playbook: Antara Propaganda dan Perspektif Baru tentang Tiongkok

Ekonom Keyu Jin mengajak pembaca dari kalangan bisnis, pemerintahan, hingga masyarakat umum untuk melihat Tiongkok dari sudut pandangnya

|
Pexels/Suzy Hazelwood
MEMAHAMI TIONGKOK – The New China Playbook bukan sekadar buku ekonomi, tapi media untuk memahami Tiongkok dari perspektif orang dalam melalui data, refleksi, dan strategi. 

TRIBUNNEWS.COM – Banyak orang memandang Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi raksasa yang misterius, kuat, dan tertutup. Negeri tirai bambu itu juga sering dianggap sebagai penantang tatanan global yang dibentuk Barat. Namun, lewat buku The New China Playbook: Beyond Socialism and Capitalism yang rilis pada tahun 2023, ekonom Keyu Jin berusaha membalik persepsi itu.

Lewat narasi yang segar, Jin mengajak pembaca dari kalangan bisnis, pemerintahan, hingga masyarakat umum untuk melihat Tiongkok dari dalam, bukan hanya dari sudut pandang luar yang selama ini mendominasi.

Bukan Buku Ekonomi Biasa

Meski terlihat seperti buku strategi makroekonomi, The New China Playbook sejatinya menyuguhkan lebih dari itu. Buku ini terasa seperti jembatan dialog antara Timur dan Barat.

Dalam buku ini, Jin menegaskan bahwa Tiongkok tidak anti terhadap pasar bebas atau inovasi. Tiongkok juga tidak semata-mata ingin menggulingkan sistem global. Justru sebaliknya, kata Jin, Tiongkok ingin diakui sebagai pemain sah dalam sistem dunia dengan pendekatannya sendiri.

Baca juga: Administrasi Trump Mulai Mencabuti Visa Studi Mahasiswa asal Tiongkok di AS

Mengutip isi buku ini, Jin mengungkapkan bahwa “Ada sesuatu yang terjadi di Amerika yang berbeda… dan secara khusus berdampak buruk bagi kelas pekerja. Mereka (Amerika) mengaitkannya dengan monopoli yang menindas dan institusi-institusi yang secara konsisten melemahkan serikat pekerja serta memperkuat posisi para pemberi kerja, sehingga memungkinkan mereka meraup keuntungan dengan mengorbankan para pekerja biasa.”

Jin dengan tegas menyatakan bahwa Tiongkok telah mencapai kemajuan yang signifikan tanpa harus mengikuti jejak negara-negara Barat. Inovasi dan perkembangan teknologinya juga menentang anggapan bahwa Tiongkok perlu menyesuaikan diri dengan sistem ekonomi dan pandangan politik Barat demi melanjutkan pembangunannya. 

Buku ini juga memberikan pandangan positif terhadap mekanisme intervensi ekonomi yang dipimpin oleh negara di Tiongkok. Misalnya, peran besar negara dalam sektor teknologi dan digital bukan berarti mengekang kreativitas, melainkan menciptakan stabilitas dan ekosistem yang sesuai dengan karakter masyarakat Tiongkok.

Dilengkapi Data, Disajikan Ringan

Kekuatan utama buku ini terletak pada cara penyampaiannya. Jin menulis dengan gaya yang jernih, tidak kaku, dan kaya data. Ia menyisipkan berbagai hasil penelitian, statistik ekonomi, hingga cerita pribadinya sebagai orang Tiongkok yang pernah menempuh pendidikan di Harvard dan kini menjadi akademisi di London School of Economics.

Ia membahas banyak isu krusial, mulai dari pertumbuhan kelas menengah Tiongkok, daya saing industri teknologi lokal, hingga tantangan besar seperti demografi dan reformasi pendidikan. Ia juga tidak antipati terhadap bahasan global seperti hubungan AS-Tiongkok dan posisi partai komunis dalam pembangunan ekonomi.

Disebut Terlalu Lunak terhadap Pemerintah Tiongkok

Beberapa pengulas menyebut buku ini terlalu simpatik terhadap Beijing. Salah satunya datang dari editorial The Guardian yang menyebut buku ini terlalu menyerupai “narasi resmi Partai Komunis Tiongkok”.

Salah satu contohnya adalah ketika Jin membahas tragedi gempa Sichuan tahun 2008, yang menyebabkan ribuan siswa meninggal dunia karena runtuhnya bangunan sekolah yang tidak layak. Dalam buku ini, tragedi itu hanya disebut sebagai faktor meningkatnya tabungan rumah tangga, tanpa membahas isu korupsi, kualitas infrastruktur, atau protes warga.

Kasus kelaparan besar tahun 1959–1961 juga hanya disebut sebagai ‘penurunan hasil panen gandum’, tanpa penjelasan soal puluhan juta jiwa yang meninggal akibat kebijakan politik yang salah arah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan