Merapi Meletus
Depresi Mulai Serang Pengungsi Merapi
Psikolog dan psikiater mulai mendeteksi penderita depresi dan kecemasan pada pengungsi akibat letusan Gunung Merapi.
Editor:
Anita K Wardhani
"Depresi dan kecemasan yang paling banyak ditemukan dari laporan sementara dari tiga tempat penampungan," katanya ketika ditemui usai Seminar "Kesehatan Jiwa dan Produktivitas Kerja" di Gedung Kemenkes, Jakarta, Rabu (10/11/2010).
Supriyantoro mengaku belum menerima angka resmi penderita gangguan kejiwaan itu namun mengakui bahwa kemungkinan besar jumlah penderitanya akan bertambah pascabencana.
"Ada korelasinya, semakin lama bencana, potensi gangguan jiwa semakin besar," katanya.
Hal itu juga dipicu antara lain karena kondisi tempat pengungsian yang mungkin kurang memadai, tidak adanya kegiatan selama ditempat pengungsian dan juga memikirkan kehilangan tempat tinggal dan harta mereka.
Kementerian Kesehatan disebut Supriyantoro mulai melakukan kegiatan konseling bagi para warga meskipun sejauh ini belum mendapatkan sambutan banyak dari para pengungsi karena masih adanya stigma konseling ke psikolog atau psikiater hanya untuk mereka yang menderita gangguan jiwa berat atau "gila".
"Kendala umum yang dijumpai adalah mereka tidak sadar bahwa situasi seperti ini dapat mengganggu kesehatan jiwa mereka, jadi mereka tidak mau mendatangi tempat-tempat konseling," ujar Supriyantoro.
Untuk menjembatani perbedaan persepsi itu, petugas kesehatan melakukan pendekatan dengan bekerjasama dengan para relawan ditiap posko pengungsian untuk membantu melacak para pengungsi yang membutuhkan bantuan konseling.
Selain itu, pendekatan juga dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan masal seperti relaksasi, permainan kelompok yang dapat diikuti oleh banyak pengungsi.
"Dari situ baru muncul kasus-kasus yang bisa ditindaklanjuti," ujar Supriyantoro.
Kondisi gangguan kejiwaan ringan atau berat umumnya memang tidak langsung muncul seusai bencana alam besar seperti di Merapi, namun perlahan-lahan muncul beberapa saat setelah kejadian, misalnya sebulan setelah itu.
Jika tidak mendapat penanganan ahli, dikhawatirkan gangguan kejiwaan yang disebabkan adanya trauma akibat bencana itu dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik dan mental para pengungsi.
Direktur Bina Layanan Kesehatan Jiwa Kemenkes Hermansyah mengatakan pihaknya telah melakukan pengaturan bagi distribusi psikolog dan psikiater ke seluruh posko pengungsian termasuk melakukan rotasi tugas tiap minggu untuk penyegaran.
"Psikiater, psikolog sudah tersebar ke seluruh kabupaten, termasuk mahasiswa psikologi yang membantu juga. Resource (sumber daya) lokal kita cukup, tapi masalahnya itu, mereka (pengungsi) tidak mau datang untuk mendapatkan konseling," ujarnya.