Solidaritas Sandal Jepit
Vonis Bersalah AAL Bisa Menghantuinya Seumur Hidup
Anggota DPR RI, Jazuli Juwaini, menyesalkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah yang memvonis bersalah
Editor:
Prawira
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI, Jazuli Juwaini, menyesalkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah yang memvonis bersalah terdakwa pencurian sandal jepit, AAL. Walaupun bentuk hukumannya adalah mengembalikan pembinaan anak pada orang tuanya, namun vonis bersalah itu akan mempengaruhi psikologis anak dalam waktu lama bahkan seumur hidup.
Stigma pencuri akan terus melekat pada diri anak tersebut. Menurut Jazuli, seharusnya masalah ini tidak sampai ke pengadilan dan kasus ini termasuk kriminalitas ringan. Apalagi ternyata dari proses persidangan mulai dari bukti-bukti yang ada, kesaksian dua rekan AAL, reka adegan, hingga proses pelaporan tidak menunjukkan secara langsung bahwa AAL adalah pencuri sandal Briptu AR, anggota Brimop Palu.
Jazuli juga menyoroti kasus anak cacat mental yang harus ditahan dan diproses secara hukum di Cilacap. Nasib naas itu menimpa Kt (17) warga Jalan Anoa Cilacap Utara. Kt mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cilacap atas tuduhan mencuri pisang. Penahanan Kt sudah berlangsung selama 50 hari sejak 12 November 2011 lalu.
“Masalahnya anak tersebut mengalami cacat mental yang tidak seharusnya ditahan dan diproses secara hukum” tegas Jazuli dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, Kamis(5/1/2012).
Jazuli yang merupakan Anggota Komisi VIII DPR RI salah satunya membidangi perlindungan anak melanjutkan, kasus AAL dan Kt hanyalah segelintir contoh dari ketidaksensitifan petugas yang berwenang dalam menghadapi anak bermasalah dan petugas kurang memahami tentang hak perlindungan dan tumbuh kembang anak.
“Polisi seharusnya memiliki prosedur yang jelas dan mentaati prosedur tersebut ketika menangani kasus kriminal yang menjadikan anak sebagai tersangka. Seharusnya anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tidak hanya didampingi oleh pengacara, tapi juga harus didampingi oleh pendamping ahli yang sangat memahami kondisi psikologis anak.”papar Jazuli.
Politisi PKS ini menjelaskan jika semua permasalahan anak dibawa ke ranah hukum, akan semakin banyak daftar kasus anak di Indonesia yang berhadapan dengan hukum. Dan itu bukan menjadi pembelajaran yang baik bagi anak. Penjara tidak menjadikan anak menjadi baik, malah akan membuat anak berada dalam lingkungan negatif.
"Mudah-mudahan kasus ini dapat menjadi momentum yang baik dalam meninjau kembali tentang sistem peradilan anak dan sebagai masukan dalam revisi UU Perlindungan Anak ” pungkas Jazuli.