KPK akan Dorong BPK Audit Divestasi Saham PT Newmont
Busyro Muqoddas akan mendorong BPK untuk melakukan audit atas dugaan kerugian negara dari divestasi saham 24 persen PT. Newmont
Penulis:
Imanuel Nicolas Manafe
Editor:
Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nicolas Timothy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan KPK, Busyro Muqoddas akan mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit atas dugaan kerugian negara dari divestasi saham 24 persen PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang dilaporkan oleh ICW kemarin.
"KPK menyatakan akan mendorong melakukan audit atas dugaan tersebut," ujar Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas di Jakarta, Senin (14/5/2012).
Firdaus mengungkapkan, KPK sudah mengirimkan timnya untuk mengumpulkan bukti atas dugaan tersebut dalam waktu kurang lebih selama sebulan lalu untuk melakukan penyelidikan.
Terhadap laporan tersebut, Firdaus masih menganggap KPK belum melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus yang terkait industri tambang. Meski demikian, ICW tetap menaruh harapan terhadap KPK.
"Namun dalam konteks kewenangan, kami berharap kepada KPK dan kami akan mendorong kasus ini lebih progresif," kata Firdaus.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi KPK untuk bertemu pimpinan KPK mengenai adanya dugaan kerugian Negara dari pembelian divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara (NTT).
"Adanya dugaan kerugian negara dari pembagian dividen kepemilikan saham pada PT. Newmont," ujar Firdaus Ilyas dari Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (14/5/2012).
Menurut ICW, seharusnya berdasarkan laporan keuangan PT BRMS, dividen yang diterima dari kepemilikan saham PT NTT dari tahun 2010 hingga tahun buku 2011 adalah Rp. 2.010.943.808.000 dengan catatan kurs tahun 2011, 1 US$ sebesar Rp. 9.068.
Namun, lanjut ICW, nilai aktual dividen yang diterima Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat dari kepemilikan saham sebesar 6 Persen pada PT. NTT adalah baru sebesar Rp. 66,943 miliar.
"Karena itu terjadi kekurangan penerimaan sebesar US$ 39.828.120 atau setara Rp. 361,161 miliar pada tahun buku 2011," kata Firdaus Ilyas.
baca juga: