Rencana Kenaikan Harga BBM
PDIP: Pantaskah Pemerintah Katakan BBM Harus Naik?
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani menilai sangat tidak tepatlah jika kebijakan menaikkan
Penulis:
Srihandriatmo Malau
Editor:
Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani menilai sangat tidak tepatlah jika kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi didasarkan pemerintah dalam rangka menyelamatkan APBN.
"Saya rasa tidak tepat," tegas Politisi PDI-Perjuangan ini kepada Tribunnews.com, Selasa (16/4/2013), menyikapi rencana pemerintah menaikkan harga BBM subisidi.
Dewi juga katakan, bukan pertama kalinya rakyat menjadi penanggung beban kewajiban pemerintah untuk mengelola APBN melalui pengurangan subsidi BBM. Bukan juga pertama kalinya, subsidi dianggap oleh kalangan elite negara ini sebagai distorsi, sebagai inefesiensi, yang akan membuat rakyat tidak mandiri.
"Untuk kesekian kalinya, rakyat harus merasakan kenaikan BBM demi memenuhi “ego” pemimpinnya. Rakyatku sayang, rakyatku malang," ujar anggota DPR ini.
Kata dia pula, betapa konyol saat Pemerintah menjadikan alasan “penyelamatan APBN” untuk menaikkan harga BBM. Dengan mengambil kebijakan ini, Pemerintah merasa APBN akan terselamatkan dari jurang ke-inefisensi-an. Kenaikan harga BBM dianggap pemerintah akan mampu menghemat pengeluaran sebesar Rp 38-55 triliun.
Namun, dia ingkatkan kembali, bahwa nyatannya tanpa sedikitpun berhubungan dengan harga dan subsidi BBM, instansi-instansi Pemerintah kerap menyerap anggaran setiap akhir tahun tiba. Itu tampak pada awal Desember 2011, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa potensi Sisa Lebih Pembiyaan Anggaran (SILPA) 2011 mencapai Rp 20-30 Triliun. Itu jika realisasi defisit anggaran berada di kisaran 1,6% terhadap PDB.
SILPA 2011 akan menambah akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang hingga saat itu berada di kisaran Rp 97 Triliun. Pada 2010 pun demikian. Bahwa APBN 2010 mengalami kelebihan Rp 47 Triliun yang berasal dari SILPA. Data tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah sangat tidak efisien dalam menggunakan APBN.
"Uang kelebihannya sebanyak itu. Bukankah masih dapat dialokasikan untuk subsidi? Lantas masihkah pantas Pemerintah berkata BBM harus naik agar APBN selamat? Mari merenung," ungkapnya.
Lebih lanjut kata dia, betapa harus disadari bahwa kebijakan kenaikan BBM tidak lebih hanya akan menganggu kestabilan akan keadilan di Indonesia.
Karenanya, tegas Dewi, rakyat berhak menolak kenaikan BBM. Pun demikian sudah seharusnya pemerintah berpikir ulang dan lebih jujur mengenai alasan-alasan jebolnya APBN yang sesungguhnya.
"Jelas-jelas itu bukan karena adanya subsidi untuk rakyat," ucapnya.