Mahfud: Bahaya Jika Demokrasi Liar dan Hukum Elitis
Kata Presiden, untuk menghadapi hal tersebut kita harus menegakkan hukum dengan tegas.
Editor:
Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Demokrasi di Indonesia cenderung kebablasan.
Itulah yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada pelantikan pengurus DPP Partai Hanura kemarin (22/2/2017).
"Apabila memang kebablasan bahaya. Artinya, mulai melewati batas-batas yang wajar," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2011, Prof Dr Mohammad Mahfud MD khusus kepada Tribunnews.com Kamis ini (23/2/2017).
Kata Presiden, untuk menghadapi hal tersebut kita harus menegakkan hukum dengan tegas.
"Apa yang dikatakan oleh Presiden benar adanya. Persoalannya adalah bagaimana hukum itu ditegakkan dengan benar agar demokrasi tidak liar," tekan Mahfud lagi.
Dengan benar maksudnya apa pak?
"Sebenarnya sehari sebelum pernyataan Presiden itu dilontarkan saya telah ikut terlibat dalam diskusi tentang itu dengan Presiden dalam sebuah forum kecil."
Kapan diskusi itu pak?
"Pada hari Selasa tanggal 21 Februari 2017 di forum Alummi Kelompok Cipayung bertemu dengan Presiden di istana negara dan kita berdiskusi tentang itu dengan Presiden."
Lalu ada kekhawatiran muncul pak?
"Benar, ada kekhawatiran kita bahwa demokrasi sekarang ini sudah agak kebablasan karena sudah mulai saling bermain kasar dan bertendensi memecah belah kebersatuan kita."
Senjatanya untuk memecah belah menggunakan apa?
”Senjatanya adalah medsos yang tak terkendali. Saya mengatakan bahwa hal terpenting uuntuk mengatasi fenomena itu adalah penguatan nomokrasi atau penegakan hukum tanpa pandang bulu."
Apa itu Nomokrasi pak?