Nasib badak Jawa bercula satu menghadapi ancaman Gunung Anak Krakatau
Para pegiat di Taman Nasional Ujung Kulon tengah mempertimbangkan pencarian lokasi baru untuk badak Jawa di tengah peningkatan aktivitas vulkanik
Erupsi Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami di Selat Sunda Sabtu (22/12) lalu juga menyapu sebagian kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di Kabupaten Pandeglang, Banten.
Dua orang petugas taman nasional termasuk korban meninggal. Mereka terbawa arus sementara sejumlah bangunan kantor dan kapal milik TNUK juga hancur diterjang tsunami.
Meski demikian, gelombang tersebut tak menyeret serta badak Jawa yang terancam punah, yang saat ini hanya tinggal 67 ekor.
"Badak ini kami yakini dalam keadaan aman, karena ini ombak datang dari pantai utara, sementara di pantai utara ini keberadaan badak yang sering main ke pantai tidak terlalu banyak," ungkap Mamat Rahmat, kepala Taman Nasional Ujung Kulon, kepada wartawan BBC News Indonesia, Rivan Dwiastono Rabu (26/12).
"Mereka lebih banyak main di pantai selatan, daerah konsentrasinya di pantai selatan."
- Desas-desus dentuman Gunung Anak Krakatau, siapa yang harus kita percayai?
- Tiga anak badak baru tertangkap kamera di Ujung Kulon
- Foto pembantaian badak menangi penghargaan dunia
Menurut Mamat, selain merusak bangunan dan sejumlah peralatan milik taman nasional, tsunami "hanya" meratakan vegetasi hingga 100 meter dari bibir pantai di Citelang, Jamang, dan Tanjung Alang-alang.
"Memang vegetasinya rusak ya, tapi kalau satwa biasanya ketika ada gemuruh dia akan langsung melarikan diri, (mencari tempat yang) lebih aman ke dalam (hutan). Jadi saya yakini badak aman," ujarnya.
Penyisiran pantai, diakuinya, telah dilakukan untuk memastikan tak ada badak Jawa yang jadi korban. Namun, ia belum dapat mengambil video dari kamera-kamera yang terpasang di sejumlah titik di pesisir pantai untuk memastikan keberadaan badak-badak tersebut kini.
Habitat kedua untuk hindari ancaman Anak Krakatau
Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau mulai meningkat sejak Juni 2018 lalu. Erupsi pun terjadi secara berkala hingga akhirnya menyebabkan tsunami akhir pekan lalu.
Ancaman Anak Krakatau terhadap pelestarian badak Jawa alias badak bercula satu sebenarnya sudah dibahas para aktivis lingkungan dan pemerintah sejak lama, terutama sejak pucuk gunung tersebut menyembul dari permukaan laut tahun 2013 lalu.
"Sejak dulu sudah direncanakan dalam strategi rencana aksi konservasi badak Indonesia. Salah satu masukan adalah pemindahan beberapa ekor badak ke lokasi yang lebih aman," tutur Ridwan Setiawan, staf pemantauan badak WWF Indonesia, kepada BBC News Indonesia, Rabu (26/12).
Lokasi yang dimaksud Ridwan adalah habitat kedua bagi badak Jawa. Para pakar khawatir bila Anak Krakatau meletus keras atau menyebabkan gelombang tsunami ke wilayah Ujung Kulon, populasi badak Jawa akan musnah.
"Kita paham bahwa kita tidak bisa menempatkan semuanya populasi badak Jawa hanya di Ujung Kulon saja," kata Widodo Sukohadi Ramono, ketua Yayasan Badak Indonesia (YABI), secara terpisah kepada BBC.
Menurutnya, banyak pertimbangan yang harus dilakukan sebelum pemindahan sebagian badak ke habitat kedua dilakukan. Di antaranya adalah pemilihan induk badak yang harus dalam kondisi sehat, memiliki kekerabatan yang paling jauh dengan sesamanya, dan tentu, mampu bereproduksi.