Kasus Ahok
Menanti Sidang Vonis, Ahok Pasrah dan Hanya Berdoa
Hari ini, Selasa (9/5/2017) majelis hakim rencananya akan membacakan putusan di auditorium Kementerian Pertanian.
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat kepolisian dibantu anggota TNI akan mengamankan sidang terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Hari ini, Selasa (9/5/2017) majelis hakim rencananya akan membacakan putusan di auditorium Kementerian Pertanian, yang dijadikan tempat untuk menggelar persidangan.
Ahok sendiri mengaku pasrah dengan putusan hakim yang akan memvonis dirinya.
"Doa saja. Tergantung nurani hakim. Toh, sudah terbukti dari tuntutan jaksa, saya tidak terbukti menista agama," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (8/5/2017) kemarin.
Jumat (5/5/2017) lalu, massa kembali menggelar aksi. Aksi kali itu digelar untuk memberi dukungan kepada Mahkamah Agung (MA), agar independensi hakim tetap terjaga dalam memberi putusan untuk Ahok.
"Ya kita mau bilang apa. Tersangka juga dipaksakan kok. Saya bilang itu dipaksakan. Ada perbedaan pendapat di kepolisian kok. Mana ada dalam sejarah hukum kita begitu cepat, hitungan jam jaksa langsung periksa. Ini kan tekanan massa saja. Politik saja, yang penting kan Ahok ngga jadi gubernur lagi," kata Ahok lagi.
Ahok mengaku yakin dirinya tidak terbukti menghina golongan tertentu.
Untuk itu dirinya meminta majelis hakim tidak terpengaruh intervensi aksi massa terkait putusan yang diberikan besok.
Dia mengaku pasrah kepada Tuhan atas kasus hukum yang membelitnya. Dalam doanya, Ahok meminta Tuhan agar membuktikan dirinya tidak menista agama.
"Sekarang tinggal hakim. Kami harap jangan penghakiman karena massa. Kalau karena massa ya runtuh pondasi hukum. Kalau hukum runtuh negara bisa runtuh. Saya sebagai orang beriman ya berdoa saja. Saya minta Tuhan declare bahwa saya innocent. Saya tidak ada niat tidak ada maksud kok," kata Ahok.
Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya menyatakan Ahok bersalah dan melanggar Pasal 156 KUHP.
"Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur 156 KUHP, oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun," kata JPU Ali Mukartono, di persidangan, Kamis (20/4) lalu.
Ahok didakwa Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Sedangkan, dakwaan alternatif kedua mencatut Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI.
Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.