Korupsi KTP Elektronik
Dua Gubernur Dari PDIP Ganjar Pranowo dan Olly Dondokambey Diperiksa Terkait E-KTP
Kedua gubernur dari politikus PDI Perjuangan itu akan dimintai keterangannya untuk tersangka Andi Narogong.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Kedua gubernur dari politikus PDI Perjuangan itu akan dimintai keterangannya untuk tersangka Andi Narogong.
"Masih diminta sebagai saksi untuk Andi Narogong," kata Ganjar Pranowo di KPK, Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Ganjar mengaku tidak mengenal Andi Narogong. Ganjar mengaku sebenarnya sudah pernah memberikan penjelasan mengenai mega korupsi tersebut. Namun, sebagai bekas pimpinan Komisi II, Ganjar mengatakan akan memberikan penjelasan lagi.
"Sudah tak (Saya) jelasin kok. Tapi ya pernah menjadi pimpinan Komisi II jadi ngasih penjelasan," kata dia.
Sementara itu kedatangan Olly tidak berselang lama dengan kedatangan Ganjar. Olly hanya berkomentar singkat mengenai pemanggilannya. Dia mengaku tidak tahu terkait pemeriksannya itu.
"Saya tidak tau," kata dia.
Sekadar informasi, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Ganjar mengaku tidak pernah menerima uang dari korupsi e-KTP. Walau demikian, dia mengaku pernah ditawari uang oleh Miryam S Haryani, anggota Komisi II DPR 2009-2014,
Ganjar disebut mendapat bagian 520 ribu dolar AS atau setara Rp 4,7 miliar (saat itu dolar AS setara Rp 9.100).
Sementara Olly Dondokambey disebut menerima 1,2 juta Dolar Amerika Serikat dalam surat tuntutan terdakwa Irman dan Sugiharto. Olly dulunya menjabat sebagai ketua badan anggaran.
Sekadar informasi, Andi Narogong disebut sebagai salah satu otak dari korupsi e-KTP.
"Telah terjadi kerja sama yang erat dan sadar yang dilakukan para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggraini, Drajat Wisnu, Isnu Edhi dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," ujar jaksa KPK Mufti Nur Irawan saat membacakan surat tuntutan Irman dan Sugiharto.
Pada kasus tersebut, negara dihitung menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari anggaran Rp 5,9 triliun.
Andi Narogong disangka dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.