Polemik Panglima TNI
Menhan: Bukan 5.000 , Tapi 512 Pucuk Senjata Api
"Kita larang awalnya, tapi kemudian minta standar. Jadi senajta itu tidak terlalu mematikan, itu jelas pengajuannya,"
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu, menyebut Panglima TNI Jendral TNI Gatot Nurmantyo telah melakukan kekeliruan.
Dikatakannya, tidak betul ada pembelian 5000 pucuk senjata api yang dilakukan kelompok non-militer seperti yang diucapkan Panglima TNI.
Baca: Fahri Hamzah Menilai Pernyataan Panglima TNI Bukan Manuver Politik
Menhan kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017), mengatakan yang dimaksud Panglima TNI adalah pembelian senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN).
Pembelian tersebut menurut Menhan semuanya sudah sesuai prosedur, bahkan sudah diizinkan Kementerian Pertahanan.
"Bukan lima ribu (pucuk), 500 kok, ini kan dari BIN, (tepatnya) 512 pucuk," ujarnya.
Senjata yang dibeli untuk keperluan sekolah intelijen BIN dari PT Pindad adalah senjata jenis SS2, sebanyak 521 pucuk dengan peluru sebanyak 725.750 butir.
Baca: Politikus Nasdem: Pengadaan Senjata Apapun Harus Sepengetahuan TNI dan Kemenhan
Dalam kesempatan tersebut, Menhan bahkan menunjukan dokumen pembelian yang ditandatangani Wakil Kepala BIN, Teddy Lhaksamana.
Ia mengakui, pada awalnya pengajuan pembelian senjata dari BIN itu sempat ditolak karena spesifikasi yang tidak disetujui Kemenhan.
Baca: Politikus PDIP Anggap Polemik Soal 5000 Pucuk Senjata Api Sudah Selesai
Ryamizard Ryacudu yang merupakan Purnawirawan Jendral TNI AD itu mengatakan pengajuan tersebut akhirnya disetujui setelah spesifikasi senjata yang diajukan untuk dibeli diubah.
"Kita larang awalnya, tapi kemudian minta standar. Jadi senajta itu tidak terlalu mematikan, itu jelas pengajuannya," katanya.
Ryamizard Ryacudu menegaskan di Indonesia, pembelian senjata tidak boleh dilakukan sembarangan.