Pilkada Serentak
Tanggapi Rencana Perppu Calon Kepala Daerah, KPU: Perhatikan Jadwal Pilkada
Kami berharap kalau ada usulan yang mengakibatkan perubahan dan segala macam
Penulis:
Glery Lazuardi
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perlu dikeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Peppu) mengenai pergantian calon kepala daerah yang ditahan.
Menanggapi usulan itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, mengatakan apabila ada aturan pergantian calon kepala daerah maka harus melihat jadwal tahapan di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018.
"Kami berharap kalau ada usulan yang mengakibatkan perubahan dan segala macam, itu dilakukan dengan memperhatikan jadwal dan tahapan pilkada," tutur Arief, Kamis (15/3/2018).
Hal ini dilakukan karena KPU RI akan memproduksi logistik Pilkada 2018. Berdasarkan jadwal, proses pengadaan perlengkapan dimulai 17 Maret 2018. Produksi dan distribusi dimulai 11 April 2018. Proses itu tidak memakan waktu lebih dari satu bulan.
Baca: Kominfo Bebaskan Operator Nyalakan Jaringan Internet Saat Hari Raya Nyepi di Bali
Sehingga, waktu proses KPU RI memproduksi logistik tersebut perlu diperhatikan. Apabila tidak diperhatikan, maka berpotensi akan mengubah logistik yang sudah diproduksi sebelumnya.
Menurut dia, penetapan dan penanahan calon kepala daerah berstatus tersangka tidak berdampak terhadap logistik. Namun, apabila dikeluarkan Perppu, maka akan berdampak pada isi logistik itu.
"Kalau sekarang belum produksi, mungkin saja. Tetapi kalau sudah produksi negara akan menghabiskan uang percuma, karena harus produksi ulang," kata dia.
Sebelumnya, Pilkada serentak 2018 diwarnai segelintir calon kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Sedikitnya yang sudah ketahuan ada 4 calon kepala daerah yakni calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun berikut putranya Adriatma yang tidak lain adalah Wali Kota Kendari.
Lalu, calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae, ditambah calon Bupati Subang Imas Aryumningsih, selain itu sebelumnya calon Bupati Jombang Nyono Suharli juga dicokok KPK.
Keempat Calon Kepala Daerah ini ditangkap KPK karena ketahuan menerima uang haram berupa suap dari pihak lain termasuk swasta, modusnya hampir sama dengan memanfaatkan kekuasaan yang diembannya untuk kongkalikong, baik terkait proyek pengadaan barang dan jasa, atau konstruksi, sampai urusan perizinan. Dari keempat orang ini saja total nilai suap yang sudah ketahuan mencapai Rp 8,5 miliar lebih.