Selasa, 26 Agustus 2025

WNA yang Punya KTP Bakal Ikut Memilih Capres? Berikut Penjelasan Kemendagri

Menurut dia, sudah banyak WNA yang memiliki KTP elektronik, mengingat aturan Adminduk sudah diterapkan pada 2006 lalu dan tidak pernah bermasalah.

Penulis: Amriyono Prakoso
Rizal Bomantama/Tribunnews.com
Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Fakrullah mengatakan selama ini tidak ada masalah warga negara asing (WNA) memiliki KTP elektronik di Indonesia.

Kepada Tribun, dia menjelaskan sudah banyak WNA yang memiliki KTP elektronik, mengingat aturan Adminduk sudah diterapkan pada 2006 lalu dan tidak pernah bermasalah.

"WNA punya KTP elektronik sudah banyak dan tidak masalah kok," jelas dia saat dihubungi, Jakarta, Selasa (26/2).

Kendati demikian, dia menegaskan tidak ada dari WNA tersebut dapat melakukan pencoblosan dalam setiap agenda politik tahunan baik Pilkada maupun Pilpres.

Baca: Real Madrid Siapkan Rp 6 Triliun Untuk Beli Neymar, Mbappe dan Dybala

Pasalnya, dalam KTP tersebut, jelas tertulis warga negara dari negara asalnya. "Tidak bisa mereka memilih. Kan sudah tertulis kewarganegaraannya, misal dari China, dari Malaysia atau dari mana? Itu kan tidak diperbolehkan mencoblos," lanjutnya.

Baca: Ngopi Bersama 76 Atase Pertahanan, Marsekal Hadi Bicara Soal Bencana Alam Hingga Pemilu

Syarat memiliki KTP elektronik dari Indonesia sesuai dengan aturan adalah, harus 17 tahun dan atau sudah menikah dan harus memiliki izin tinggal tetap dari Imigrasi setempat.

KTP yang didapat pun tidak seumur hidup sebagaimana yang tertulis untuk warga negara Indonesia. "Tidak akan seumur hidup. WNA yang punya KTP, masa berakhirnya sesuai dengan izin tinggal dari Imigrasi. Misalnya dapat izin hanya satu tahun atau tiga tahun, ya sesuai saja," katanya.

KTP yang dimiliki WNA, lanjut Zudan, dapat digunakan oleh WNA untuk mengurus perbankan, pajak dan juga fasilitas kesehatan. Pokok pentingnya, untuk pendataan warga negara asing yang tinggal di Indonesia selama ini.

Baginya, hal tersebut penting untuk menyamai administrasi kependudukan seperti halnya negara-negara maju lainnya. "Kita mau data yang kita punya seperti pendataan di negara-negara maju lainnya lho. Masa manual terus?" ucapnya.

Sementara itu, Komisioner KPU Viryan Aziz menegaskan tidak ada warga negara asing (WNA) yang memiliki KTP elektronik tidak akan masuk di dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019. "Tidak. Tidak ada WNA yang bisa masuk ke DPT," tukasnya.

Dia menguraikan, polemik WNA pemilik KTP elektronik berinisial GC bukanlah NIK yang dimilliki warga China tersebut. NIK yang beredar, merupakan milik warga negara Indonesia bernama Bahar warga Cianjur.

Bahar, lanjut dia, terkonfirmasi mempunyai hak pilih dalam Pilpres 2019. "Untuk GC, tetap tidak ada. NIK-nya setelah kita telusuri adalah milik Pak Bahar warga Cianjur, bukan milik GC," imbuhnya.

Adapun, dia mengakui adanya perbedaan dalam digit ke-12 antara NIK milik Bahar dengan NIK yang tertera di KTP elektronik orang yang sama. "Di angka ke-12 itu NIK Pak Bahar itu "7" tapi di KTP elektronik tertulis "2". Makanya, kami akan bekerja sama dengan Dukcapil setempat soal ini," ungkapnya.

Proses Panjang

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo turut berkomentar mengenai kepemilikan KTP (Kartu Tanda Penduduk) oleh warga negara asing (WNA) di Cianjur, Jawa Barat yang menuai kehebohan. 

Tjahjo menegaskan bahwa WNA bisa memiliki KTP namun dengan proses yang panjang dan selektif. “Seperti di Bali itu kan banyak (WNA punya KTP), boleh, tapi proses panjang,” ujarnya ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta 

Bahkan menurutnya pemerintah sangat selektif untuk memberikan KTP bagi WNA. “Orang dapat KTP elektronik itu sangat selektif, harus terdata sesuai kartu keluarga, RT RW jelas, kelurahan hingga kecamatan juga harus tahu, tak mungkin orang bisa menerabas dapat KTP-el kalau alamatnya tak jelas,” tegasnya.

“Sementara untuk WNA yang bekerja di suatu daerah di Indonesia dalam waktu sementara susah untuk dapat KTP karena tinggal dicek saja paspornya,” imbuhnya.

Tjahjo menduga WNA tersebut mendapatkan KTP karena menikah dengan WNI (warga negara Indonesia) dan menetap di Indonesia. “Ada suatu kasus yang pernah terjadi juga, mungkin dia menikah dengan WNI, tapi selain itu tak mungkin WNA mendapatkan KTP kecuali mengajukan pindah warga negara,” pungkasnya.

Mengacu pada Undang-Undang nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, disebutkan bahwa WNA diperbolehkan memiliki e-KTP. Ini tercantum dalam Pasal 63 dan Pasal 64 UU tersebut. Dalam Pasal 63 ayat 1. Namun harus memenuhi persyaratan memiliki izin tinggal tetap.

Pada ayat 4 yang menyebutkan bahwa "Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.

Sedangkan di Pasal 64 ayat a dan b, dijelaskan bahwa KTP elektronik bagi WNI masa berlakunya seumur hidup. Sedangkan KTP elektronik bagi Orang Asing masa berlakunya disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap. 

Dalam ketentuan Pasal 19 UU tersebut, Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.(amryono prakoso)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan