2 PNS Kantor Imigrasi Mataram Dicecar Penyidik KPK Soal Mekanisme Penyuapan
Tim penyidik KPK memeriksa dua Pegawai Negeri Sipil Kantor Imigrasi Mataram, Guna Putra Manik dan Ayyub Abdul Muqsith.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami proses penyidikan kasus suap terkait dengan penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di Lingkungan Kantor Imigrasi Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2019.
Hari ini tim penyidik KPK memeriksa dua Pegawai Negeri Sipil Kantor Imigrasi Mataram, Guna Putra Manik dan Ayyub Abdul Muqsith.
Keduanya diperiksa untuk tersangka Liliana Hidayat.
Dalam kasus ini, Liliana Hidayat merupakan penyuap bos Guna Putra dan Ayyud Abdul, Kepala Kantor Imigrasi Klas 1 Mataram Kurniadie.
Baca: TKN Jokowi-Maruf Tidak Akan Permasalahkan Dugaan Adanya Kesaksian Palsu dalam Sidang MK
Baca: Tangis Vanessa Angel Usai Divonis 5 Tahun Penjara: Terima Putusan Hingga Diare Jelang Sidang
Baca: 5 Kali Kalimat Tanya Pak Penyidik Terlontar dari Mulut Bupati Minahasa Selatan Usai Diperiksa KPK
"Penyidik mendalami keterangan saksi terkait mekanisme penerimaan uang dan pemberian uang kepada pihak terkait," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (26/6/2019).
Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Klas 1 Mataram Kurniadie dan Kepala Seksi Intelejen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas 1 Mataram Yusriansyah Fazrin sebagai tersangka kasus dugaan suap izin tinggal di lingkungan kantor Imigrasi NTB tahun 2019.
Selain dua pejabat Imigrasi Klas 1 Mataram, KPK juga menetapkan Direktur PT Wisata Bahagia yang juga pengelola Wyndham Sundacer Lombok Liliana Hidayat. Liliana diduga menyuap kedua pejabat Imigrasi Mataram dalam kasus ini.

Awalnya, Penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Klas 1 Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal.
Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.
Baca: Adipati Dolken Akui Punya Beban Saat Perankan Karakter Novel Pramoedya Ananta Toer
Mengetahui dua WNA tersebut diamankan, Liliana melakukan negosiasi agar proses hukum dua WNA tersebut tak berlanjut.
Sebelumnya, kantor Imigrasi Klas 1 Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019.

Kemudian Yusriansyah menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut. Permintaan pengambilan SPDP ini diduga sebagai kode untuk menaikkan harga untuk menghentikan kasus.
Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp300 juta untuk menghentikan kasus tersebut, namun Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit.
Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya Kurniadie.
Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.
Akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara 2 WNA tersebut adalah Rp1,2 miliar.