Pilpres 2019
Apapun Putusan MK, Semua Pihak Diminta Legowo
Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menekankan semua pihak agar menerima putusan terkait sengketa hasil Pilpres di Mahka
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menekankan semua pihak agar menerima putusan terkait sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Karyono, hasil putusan MK yang rencanakan dibacakan pada Kamis (27/6/2019), sifatnya final dan mengikat.
Hal itu disampaikan Karyono dalam diskusi bertajuk 'Dinamika Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi: Saatnya Menerima Hasil' di kantor DPP PA GMNI, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
"Negara ini adalah negara hukum maka semua pihak harus menghormati putusan mahkamah konstitusi apapun putusannya. Putusan MK adalah putusan final dan mengikat," ucap Karyono.
"Oleh sebab itu semua pihak harus menghormati dan taat pada peraturan hukum perundang-undangan. Sebab inilah wujud nyata dari demokrasi. Demokrasi harus ada aturan. Kalau tidak ada aturan maka akan terjadi tirani. Begitu juga dengan pilpres , sudah ada aturan nya. Dalam hal sengketa hasil pemilu, maka muaranya adalah Mahkamah Konstitusi," jelas Karyono.
Baca: Bursa Transfer: Gelandang Ajax Jadi Incaran Real Madrid yang Mentok Gaet Paul Pogba
Baca: Hingga Hari Ini, Sudah 46 Orang Mendaftarkan Diri Jadi Calon Pimpinan KPK
Baca: 2 PNS Kantor Imigrasi Mataram Dicecar Penyidik KPK Soal Mekanisme Penyuapan
Karyono juga memberikan apresiasi kepada BPN Prabowo-Sandi yang mengajukan gugatan ke MK. Kendati demikian, Karyono menilai ada ambiguitas, ambivalensi dan hipokrisi politik.
Fenomena ambiguitas, ambivalensi dan hipokrisi politik itu misalnya, kata dia, di satu sisi menempuh jalur konstitusional tetapi di sisi lain hendak melakukan people power, sudah sepakat dalam deklarasi pemilu damai tapi faktanya rusuh, katanya siap menang dan siap kalah tapi ada kecenderungan tidak siap kalah dan hanya siap menang.
"Di satu sisi menjunjung tinggi demokrasi dan toleransi tapi di sisi lain mengeksploitasi dan mempolitisasi SARA untuk kepentingan politik. Katanya akan menghormati putusan hukum tapi menggerakkan aksi massa untuk menekan mahkamah dan menuduh mahkamah berpihak," tukasnya.
Untuk menghindari ketegangan dan kegaduhah, Karyono mendorong Prabowo dan Jokowi segera melakukan pertemuan. Menurutnya, jika Prabowo dan Jokowi bertemu maka hal itu akan meminimalisir ketegangan dan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Prabowo dan Jokowi harus menunjukkan kenegarawanan dalam menyikapi apapun keputusan hakim MK.
"Sikap kenegarawanan ke dua tokoh ini harus bertemu. Saya yakin jika ini terjadi bisa meredam gejolak. Kalau ada pihak-pihak yang mendorong untuk melakukan gejolak itu mungkin saja dilakukan yang menunggangi yang bersengketa," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan pengamat hukum Pusako dari Universitas Andalas, Feri Amsari. Keputusan hakim MK dalam perkara sengekta Pilpres harus dihormati semua pihak. Hal ini untuk menyelamatkan Indonesia sebagai negara hukum dan masa depan demokrasi Indonesia.
"Proses akhir harus dihormati. Kalau tidak siap (kalah) janganlah berjuang. Mari kita dorong semua pihak agar tidak merusak demokrasi yang sudah kita bangun bersama ini," katanya.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Negeri Jember, Bayu Dwi Anggono mengapresiasi hakim MK yang menjalankan tugasnya secara profesional dalam memberlakukan pihak penggugat, tergugat dan pihak terkait.
"MK telah menempatkan dirinya sebagai badan peradilan yang modern. Kalau kita lihat, pemohon diperlakukan dengan sangat terhormat. Meskipun menurut kami, saksi yang dihadirkan kuasa hukum 02 tidak relevan, tetapi kita saksikan bersama bahwa saksi saksi tersebut, tetap memberikan kesempatan.