Gabung GO-JEK, Mantan Sekretaris dan Eks Pegawai Kearsipan Bisa Cicil Rumah
Peningkatan kesejahteraan yang dialami mitra driver GO-JEK itu sejalan dengan hasil studi Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI
Penulis:
Fajar Anjungroso
Sebelumnya seperti dikutip dari Gridoto, pengamat transportasi Universitas Katolik (Unika) Semarang Djoko Setijowarno menilai masih banyak pengemudi ojek online yang hanya menjadi mitra aplikator dan belum menikmati kerja layak tersebut.
"Kementerian Perhubungan perlu membuat aturan khusus melakukan diskresi hukum dalam kerangka melindungi warganegara dengan upaya meningkatkan kesejahteraan dan menjamin keselamatan selama beroperasi," kata Djoko.
Ia menilai, dalam perkembangannya sejak beroperasi ojek daring beberapa tahun lalu, harus diakui populasinya kian bertambah.
Iming-iming dari aplikator dengan pendapatan yang cukup besar (minimal Rp 8 juta) menyebabkan sebagian besar warga beralih profesi menjadi pengemudi ojek daring.
"Pengemudi yang berasal dari tidak bekerja atau pengangguran tidak lebih dari 5%, cukup kecil," ucapnya.
Ia mengakui awalnya pendapatan per bulan bisa minimal sesuai janji promosi, yakni Rp 8 juta per bulan. Bahkan, kala itu rata rata bisa di atas Rp 10 juta per bulan.
"Akibatnya, makin banyak yang beralih profesi, sementara pengguna ojek daring tidak sebanding dengan pertambahan populasi ojek daring," tuturnya.
"Sekarang ini, rata-rata pendapatan per bulan kurang dari Rp 5 juta," sambungnya.
Sementara beban jam kerja meningkat, sudah tidak bisa lagi 8 jam sehari, harus di atas 10 jam, bahkan ada yang beroperasi hingga 12 jam.
"Yang jelas keselamatan makin rawan dengan jam kerja di atas 8 jam," tuturnya.
Dia berharap, pemda bisa membuat regulasi yang mengatur penyelenggaraan angkutan sepeda motor daring di daerahnya.