Menkeu Purbaya Sebut Utang Indonesia Aman: Bahaya atau Nggak Itu Dibandingkan dengan Sektor Ekonomi
Menkeu Purbaya menyebut utang Indonesia yang mencapai Rp9.138 triliun masih dalam tahap aman.
TRIBUNNEWS.com - Nilai utang pemerintah Indonesia sebesar Rp9.138 triliun hingga akhir Juni 2025, dianggap Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, masih aman.
Ia menjelaskan, bahaya atau tidaknya utang sebuah negara, bukan berdasarkan nominal, melainkan perbandingan dengan sektor ekonominya.
Purbaya mengatakan nominal utang pemerintah Indonesia itu masih 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal ini, kata dia, sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
PDB merupakan indikator utama untuk mengukur kinerja dan kesehatan ekonomi suatu negara.
"Kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan sektor ekonominya."
Baca juga: Soal Rencana Pembangunan Ponpes Al Khoziny Pakai APBN, Menkeu Purbaya Akui Belum Dapat Proposalnya
"Ini kan 99 persen, sekarang masih di bawah 39 persen dari PDB kan, jadi dari skandal ukuran internasional itu masih aman," jelas Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025).
Lebih lanjut, Purbaya menuturkan utang negara maju justru rasionya lebih besar ketimbang Indonesia.
Contohnya, Eropa di atas 80 persem, Jerman mendekati 100 persen, Amerika Serikat (AS) melampaui 100 persen, dan Jepang yang mencapai lebih dari 250 persen.
Purbaya lantas memberikan contoh sederhana soal utang.
"Anda bayangkan kalau saya punya penghasilan Rp1 juta per bulan dengan Pak Sekjen Rp100 juta per bulan, maka utang saya Rp1 juta itu sama dengan penghasilan saya satu bulan."
"Tetapi untuk Pak Sekjen hanya 1 per 100 dari pendapatan. Dia gampang membayar, sedangkan saya sulit," jelas Purbaya, dilansir Kompas.com.
Ia pun meminta agar perkara utang pemerintah Indonesia tidak dibesar-besarkan.
Sebab, menurutnya, hal tersebut bisa menjadi sentimen negatif ke perekonomian.
"Utang jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif karena ada standar nasional dan internasional yang (menunjukan) kita cukup prudent (bijaksana)," katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.