Kamis, 28 Agustus 2025

Gabung GO-JEK, Mantan Sekretaris dan Eks Pegawai Kearsipan Bisa Cicil Rumah

Peningkatan kesejahteraan yang dialami mitra driver GO-JEK itu sejalan dengan hasil studi Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI

Penulis: Fajar Anjungroso
Alex Suban/Alex Suban
Pengemudi transportasi online menunggu penumpang di halte khusus penjemputan transportasi online di basemen Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (6/12/2018). Di tempat itu terdapat gerai Go-Jek dan Grab sebagai titik pertemuan antara pelanggan dan pengemudi dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Sementara para ojol yang membeli pesanan makanan di mal itu, juga dapat memarkirkan motornya di halte ini. (Warta Kota/Alex Suban) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Demi kesejahteraan keluarga. Itulah tujuan Taufik Sukarna banting stir menjadi driver GO-JEK usai mengundurkan diri dari perusahaan pengelola jasa kearsipan.

Pekerjaan kantoran itu resmi ditinggalkan Taufik sejak tahun 2015. Praktis, tiga tahun belakangan ini, dia 'hidup di atas roda' sebagai mata pencaharian sehari-hari.

“Alhamdulilah, penghasilan saya rata-rata Rp 300 ribu per hari dan sudah bisa mencicil KPR rumah dari fasilitas program Swadaya di GO-JEK,” ujar Taufik saat dihubungi.

Program tersebut diinisiasi GO-JEK untuk menciptakan kesejahteraan berkesinambungan bagi mitra driver.

Taufik mengaku penghasilannya dipotong sebesar Rp 48 ritu tiap hari untuk cicilan KPR BTN sejak April 2017.

Pada tahap awal, ia mencicil sebesar Rp 42 ribu per hari untuk melunasi uang muka cicilan rumah. Uang muka itu sudah dilunasi pada Oktober 2017.

Saat ini, Taufik sudah masuk pada fase cicilan utang pokok KPR untuk rumahnya yang berlokasi di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.

Dia yakin dapat melunasi semua kewajibannya lantaran dalam sehari mampu membereskan 13-17 order. Apalagi jam kerjanya fleksibel.

“Seringkali saya off bidding (libur) di hari kerja, biasanya di hari Jum’at dan saya bisa mengantar anak-anak ke sekolah,” ujar pria yang genap berusia 40 tahun ini.

Baca: Cara Konkret GO-JEK Dorong Istri Polisi di Bekasi Mulai Buka Usaha

Di samping mencicil KPR, penghasilan Taufik juga dapat memenuhi iuran BPJS Ketenagakerjaan. 

“Saya menjadi mitra GO-JEK karena pilihan utama bukan pekerjaan sampingan, saya mengalami peningkatan kesejahteraan. Alhamdulilah,”  kata ayah tiga anak tersebut.

Mitra driver GO-JEK lainnya, Nilawati mengaku juga sudah berani mencicil KPR di BTN. Mantan sekretaris di perusahaan swasta itu bahkan mampu mengubah pola hidup konsumtif menjadi rajin investasi dan berdonasi.

”Cicilan uang muka KPR saya itu Rp 48 ribu per hari yang dipotong otomatis dari saldo saya di akun GO-JEK. Dalam sebulan, cicilan KPR saya ini sekitar Rp 1,5 juta,” ucap Nilawati yang saat ini masih mengontrak kos-kosan di kawasan Kelapa Gading, Jakarta.

Peningkatan kesejahteraan yang dialami mitra driver GO-JEK itu sejalan dengan hasil studi Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Dalam studi itu terungkap rata-rata penghasilan bulanan mitra paruh waktu dan penuh waktu di GO-JEK itu 1,25 kali lebih tinggi daripada rata-rata upah minimum kabupaten/kota di 9 wilayah yang disurvei senilai Rp 2,8 juta per bulan.

Sebelumnya seperti dikutip dari Gridoto, pengamat transportasi Universitas Katolik (Unika) Semarang Djoko Setijowarno menilai masih banyak pengemudi ojek online yang hanya menjadi mitra aplikator dan belum menikmati kerja layak tersebut.

"Kementerian Perhubungan perlu membuat aturan khusus melakukan diskresi hukum dalam kerangka melindungi warganegara dengan upaya meningkatkan kesejahteraan dan menjamin keselamatan selama beroperasi," kata Djoko.

Ia menilai, dalam perkembangannya sejak beroperasi ojek daring beberapa tahun lalu, harus diakui populasinya kian bertambah. 

Iming-iming dari aplikator dengan pendapatan yang cukup besar (minimal Rp 8 juta) menyebabkan sebagian besar warga beralih profesi menjadi pengemudi ojek daring. 

"Pengemudi yang berasal dari tidak bekerja atau pengangguran tidak lebih dari 5%, cukup kecil," ucapnya.

Ia mengakui  awalnya pendapatan per bulan bisa minimal sesuai janji promosi, yakni Rp 8 juta per bulan. Bahkan, kala itu rata rata bisa di atas Rp 10 juta per bulan. 

"Akibatnya, makin banyak yang beralih profesi, sementara pengguna ojek daring tidak sebanding dengan pertambahan populasi ojek daring," tuturnya.

"Sekarang ini, rata-rata pendapatan per bulan kurang dari Rp 5 juta," sambungnya.

Sementara beban jam kerja meningkat, sudah tidak bisa lagi 8 jam sehari, harus di atas 10 jam, bahkan ada yang beroperasi hingga 12 jam. 

"Yang jelas keselamatan makin rawan dengan jam kerja di atas 8 jam," tuturnya.

Dia berharap, pemda bisa membuat regulasi yang mengatur penyelenggaraan angkutan sepeda motor daring di daerahnya. 

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan