Selasa, 30 September 2025

Menhub Budi Karya: Tiket Pesawat Mahal Jadi Berita Baik untuk Operator Bus

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, para operator bus menuai berkah dari mahalnya harga tiket pesawat

Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM/IST
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi 

Menurutnya, ini merupakan buntut dari kondisi bisnis maskapai yang terus memberi "harga promosi" pada beberapa tahun lalu, padahal biaya operasional perusahaan terus meningkat.

"Masyarakat anggap harga tiket mahal banget, pak Daniel Putut (Managing Director Lion Air) jelaskan masyarakat sudah terbiasa atau dimanjakan Lion dengan harga yang murah di mana memang pada beberapa tahun lalu airlines masih cari market sehingga melakukan promosi," jelasnya.

Terpengaruh Nilai Tukar Mata Uang Asing

Polana melanjutkan, bisnis maskapai sangat terpengaruh oleh nilai tukar mata uang asing. Hal itu dikarenakan biaya operasional yang dikeluarkan maskapai, seperti untuk membeli avtur, membayar sewa dan pemeliharaan pesawat mengacu pada kurs dolar AS.

Dengan begitu, bila nilai tukar rupiah melemah, maskapai harus mengeluarkan biaya operasional lebih banyak.

"Untuk tetap TBA, pemerintah hitung seluruh biaya operasi pesawat per jam nanti dibagi kapasitas tempat duduk jadi tarif jarak (basic fare). Nanti tarif jarak dikali jarak terbang," ujar Polana.

"Belum lagi basic fare itu maskapai kena PPN, iuran Jasa Raharja dan lain-lain itu semua ditambahkan jadi harga tiket pesawat," imbuhnya.

Cari Uang Balik Modal saat Peak Season

Menurut Polana, untuk balik modal saja, keterisian penumpang pesawat harus mencapai 65 persen.

"Dengan load factor 65 persen, airlines baru BEP. Saat low season (tingkat keterisian penumpang di bawah 60 persen) terjadi Januari-Maret dan Agustus Oktober harga tiket cenderung turun. Jadi saat peak season seperti lebaran mereka cari subsidi dari low season itu," jelas Polana.

70-80 Persen Penerbangan Tidak Komersial

Polana menjelaskan, kebanyakan pesawat yang diterbangkan maskapai diperuntukkan untuk rute-rute tidak padat. Hal ini guna meningkatkan konektivitas di seluruh Indonesia.

"Airlines kita Garuda Indonesia group dan Lion group mereka terbangi rute-rute tidak padat. Rata-rata di rute padat Lion, Garuda terbangi 20-30 persen, sementara 70-80 persen di rute tdk padat. Itu harus dilakukan demi konektivitas," jelasnya.

Senada dengan Polana, Managing Director Lion Air mengatakan pihaknya harus menjangkau daerah lain sebagai tugas membantu pemerintah dan masyarakat.

"Kami ada rute penugasan, kami diminta misal terbanglah ke Kertajati, Miangas, Rote mungkin orang tidak tahu di mana-mana saja tapi daerah itu infrastruktur lagi dikembangkan. Akhirnya kami jalankan. Secara bisnis itu tidak masuk (menguntungkan)," jelasnya.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan