OJK Tingkatkan Perlindungan Nasabah Fintech Lending
Tidak hanya soal keamanan peminjaman dan data pribadi, OJK juga menyoroti tiga area fintech lending yang ingin dilindungi OJK.
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau agar masyarakat hanya menggunakan perusahaan fintech legal, atau yang sudah terdaftar maupun berizin OJK demi keamanan peminjaman dan bertransaksi.
OJK juga memastikan perlindungan masyarakat dalam menggunakan jasa fintech peer to peer (P2P) lending.
“Demi memberikan perlindungan kepada masyarakat, OJK terus meningkatkan pengawasan dan regulasi untuk para penyelenggara fintech lending yang terdaftar dan berizin OJK,” kata Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Perlindungan yang OJK berikan kepada masyarakat, salah satunya dengan membatasi akses data digital pribadi oleh fintech lending selama belum ada undang-undang (UU) perlindungan data pribadi yang bisa menjerat pelaku penyalahgunaan data ini.
Penyelenggara fintech lending harus mempertimbangkan relevansi peruntukkan data yang diakses dari peminjam.
"Selama belum ada UU data pribadi ini, fintech lending hanya bisa mengakses data tiga fitur dari smartphone (gawai) nasabah peminjamnya, yakni kamera, mikrofon, dan lokasi.
Baca: Menteri LHK Siti Nurbaya Resmikan Ecoparian Sungai Badung
Baca: KPU Pertimbangkan Tak Hadirkan Saksi di Sidang MK
Baca: Kondisi Soekarno Saat Ditahan di Wisma Yaso, Makanan Diaduk Pakai Bayonet & Dijaga 1 Peleton Pasukan
Ini juga yang membedakan antara fintech legal dan ilegal. Kalau ilegal pasti akan mengakses semua data pribadi nasabahya," ujar Hendrikus.
Tidak hanya soal keamanan peminjaman dan data pribadi, OJK juga menyoroti tiga area fintech lending yang ingin dilindungi OJK.
Pertama, mencegah penyalahgunaan dana masyarakat dari praktik perbankan bermodus penipuan atau skema ponzi. Kedua, pencegahan pencucian uang. Ketiga, mencegah pendanaan terorisme.
“Masyarakat harus cek dan ricek jika hendak menggunakan jasa fintech lending, gunakanlah fintech lending legal,” kata Hendrikus.
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan, selain memastikan status fintech legal, konsumen seharusnya mencermati syarat dan ketentuan yang diminta aplikasi pinjaman, seperti besaran bunga, lama pinjaman dan denda keterlambatan.
Dengan demikian diharapkan masyarakat tidak terjebak dalam pinjaman online yang tidak berizin atau fintech ilegal.
“AFPI diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada konsumen seperti perlindungan data pribadi nasabah, upaya penagihan yang baik serta pendampingan dan edukasi kepada konsumen.
Hal ini karena seluruh praktek bisnis anggota AFPI mengacu pada market conduct yang diatur dalam code of conduct atau pedoman perilaku sebagai dasar AFPI menjalankan market disiplin,” kata Kuseryansyah.
Kuseryansyah menambahkan AFPI merupakan wadah bagi seluruh penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar di OJK demi meningkatkan kapasitas bersama agar dapat memaksimalkan fungsinya bagi masyarakat Indonesia yang selama ini belum memiliki akses ke jasa keuangan konvensional.