Kamis, 25 September 2025

Konflik Global Tak Kunjung Usai, Pemerintah Ungkap Dampak Positif dan Negatif di Sektor Energi

Contoh dampak konflik global di tahun 2023 yang menaikkan harga komoditas global membuat penerimaan negara meningkat hingga 116 persen.

Tribunnews/Nitis Hawaroh
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, gejolak politik di tingkat global memberikan dampak tersendiri untuk Indonesia, khususnya di sektor energi.

Adapun konflik yang dimaksud seperti invasi Rusia ke Ukraina yang sudah berlangsung lebih dari 2 tahun serta memanasnya timur tengah.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan, konflik global memicu naiknya harga-harga komoditi.

Selain membawa negatif sebagai importir minyak dan gas bumi, di saat bersamaan membawa dampak positif sebagai eksportir mineral dan batubara.

Baca juga: Pemerintah tidak akan Naikkan Harga BBM Subsidi, tapi Tingkatkan Kualitas BBM untuk Kurangi Polusi

"Indonesia itu posisinya agak unik, kita selain sebagai produsen energi fosil, tapi dalam sisi yang lain kita juga importir. Kita impor minyak mentah, kita impor juga BBM khususnya bensin. Kalau kita impor, pasti harganya internasional," ungkap Dadan dalam pernyataannya, Rabu (7/8/2024).

"Tapi di sisi yang lain kita juga ekspor gas. Sekitar 32 persen gas kita diekspor kemudian kita juga menjadi produsen dari mineral dan batubara yang besar," sambungnya.

Konflik ini, lanjutnya, tentu mempengaruhi kedua sisi sebagai eksportir dan importir.

Misalnya, meningkatnya harga minyak mentah (crude) akibat konflik akan membawa dampak negatif untuk Indonesia.

Namun di sisi lain Indonesia juga merupakan eksportir crude yang menikmati kenaikan harga akibat konflik.

"Kalau harga minyak kita naiknya 1 dolar per barel, itu menambah pendapatan negara Rp3,3 triliun. Tapi di sisi lain karena kita impor baik minyak mentah maupun BBM, belanja negara bakal melonjak menjadi Rp9,2 triliun. Sehingga kalau naik itu sebetulnya lebih banyak pengaruhnya untuk crude karena terjadi defisit Rp5 sampai 6 triliun untuk kenaikan 1 dolar per barel," lanjut Dadan.

Salah satu konsumen terbesar BBM adalah pembangkit listrik, namun demikian dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar karena pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia 66 persen berbahan baku batubara (PLTU) yang dilindungi dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan patokan harga tertinggi 70 dolar AS per ton.

Sebaliknya, ekspor batubara yang dilakukan Indonesia telah membawa keuntungan besar bagi Indonesia karena harga ekspor mengikuti harga pasar internasional yang membawa peningkatan penerimaan negara.

Karena itu, Dadan menilai konflik global yang terjadi seyogyanya dilihat dari dua sisi.

"Saya kira ini sesuatu yang bukan dilihat apakah ini bagus apa jelek gitu. Memang ada trade off-nya di situ karena kita tidak murni sebagai importir. Kita juga tidak 100 persen sebagai produsen, jadi harga internasional ini mempengaruhi," urai Dadan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan