Rabu, 24 September 2025

Ini Ragam Tantangan yang Dihadapi Industri Pelayaran di 2025

Industri pelayaran nasional masih menghadapi sejumlah tantangan di tengah perannya dalam menjamin kelancaran logistik nasional.

|
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/IBEL
Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto di acara Media Briefing di Jakarta, Rabu (18/12/2024). 

 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian National Shipowners Association (INSA) menyatakan, industri pelayaran nasional masih menghadapi sejumlah tantangan di tengah perannya dalam menjamin kelancaran logistik nasional.

Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, tantangan yang dimaksud di antaranya, perpajakan yang tidak lazim pada best practice kemaritiman internasional menjadi beban bagi pelayaran nasional. 

Seperti, pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dengan tarif 10 persen bagi angkutan laut yang membeli bahan bakar minyak (BBM). Pengenaan PBBKB tersebut menjadi double tax karena bahan bakar minyak (BBM) tersebut sudah dikenakan PPN sebesar 11 persen. 

"Double tax tersebut sangat membebankan perusahaan pelayaran nasional. Kami berharap pengenaan PBBKB bagi angkutan laut dihapuskan," kata Carmelita dalam Media Briefing di Kantor INSA, Rabu (18/12/2024).

Carmelita menyebut, angkutan laut memiliki potensi besar untuk dijadikan bagian dari pengoptimalan infrastruktur yang sudah ada sesuai kebijakan pemerintah dalam meningkatkan konektivitas dan pemerataan ekonomi.

Namun, kemampuan galangan yang menjadi ekosistem industri pelayaran masih terbatas untuk tipe, teknologi dan ukuran kapal tertentu. 

Karena itu, lanjut Carmelita, perlu adanya dukungan pemerintah dalam memberikan fasilitas insentif pajak maupun suku bunga perbankan terhadap galangan dalam negeri, sehingga dapat lebih kompetitif.

Baca juga: Hari Pelaut Sedunia, Ditjen Hubla Ingatkan Pentingnya Keselamatan Pelayaran

Di sisi lain, Carmelita melanjutkan, galangan kapal harus mendapatkan insentif agar bisa berkembang.

Hal ini seperti yang dilakukan di China, di mana pemerintah membantu pembayaran pembangunan kapal dengan skema down payment 80 persen, sedangkan 20 persen sisanya dibayar oleh pemilik kapal.

"Selama ini kalau kita lihat kita ini dulu-dulu itu angkutan dalam negeri kita terutama untuk angkutan produk-produk seperti tambang, minyak, 30 persen diangkut pemilik barang itu sendiri dan 70 persen diangkut oleh pengusaha nasional," ucap dia.

Baca juga: Rugikan Industri Pelayaran, KLH Ajak Pengusaha Ikut Cegah Illegal Logging

"Kita berharap, kita gamau muluk-muluk kita mengharap bahwa pemerintah memberi kesempatan kita semua agar supaya yang 70 persen itu diberikan pengusaha pelayaran nasional," imbuhnya menegaskan.

Carmelita mengatakan, jika subsidi seperti di China tidak memungkinkan, maka dibutuhkan alternatif dukungan lain dengan memberikan insentif pembebasan pajak untuk komponen kapal. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan