Sabtu, 16 Agustus 2025

Respons Komisi XI DPR Soal PP Peralihan Pengawasan Kripto ke OJK dan Bank Indonesia

Payung hukum yang mengatur peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, serta derivatif keuangan,

Editor: Wahyu Aji
Dok.pribadi/HO
Anggota Komisi XI DPR RI, Ahmad Najib Qodratullah. 

Hasiolan EP/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Payung hukum yang mengatur peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, serta derivatif keuangan, disahkan.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.49 Tahun 2024 yang ditetapkan di Jakarta pada 31 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto.  

Tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital termasuk aset kripto serta derivatif keuangan beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) per 10 Januari 2025.

Terkait itu, anggota Komisi XI DPR RI, Ahmad Najib Qodratullah menyambut positif lahirnya PP ini.

Menurutnya, ada beberapa hal positif di balik lahirnya aturan tersebut.

"Pertama, efisiensi dan kompleksitas regulasi tujuan dibentuknya aturan di atas dalam rangka meningkatkan efisiensi sektor keuangan," kata Sekertaris FPAN DPR RI itu kepada wartawan, Kamis (9/01/2024).

Pun begitu, Najib menilai, dengan adanya PP tersebut bukan tidak mungkin dalam implementasinya akan mendapatkan tantangan terutama dalam harmonisasi peraturan lintas lembaga yaitu OJK, BI, dan Bappebti.

"Perlu upaya yang besar dalam koordinasi kebijakan jangan sampai tumpang tindih. perlu diantisipasi dengan cara mekanisme koordinasi yang jelas, kesepahaman dan pembentukan standard regulasi terpadu," saran Najib.

Hal positif kedua, lanjut dia, dengan adanya PP tersebut dampak terhadap industri keuangan digital dan kripto serta peralihan kewenangan ini akan memberikan sinyal positif dalam pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital.

Najib juga mewanti-wanti perlu ada hal yang perlu diantisipasi atas lahirnya PP tersebut 

"(Semisal) Peningkatan biaya operasional perusahaan terutama start up fintech. Peningkatan biaya operasional diharapkan tidak menjadi hambatan bagi para inovator," ujarnya.

Ketiga, kata dia lagi, resiko sistemik dan perlindungan konsumen pengawasan terpadu dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan BI dan OJK perlu menjaga harmonisasi dalam proses transisi resiko sistemik.

"Bisa diantisipasi melalui kebijakan yang seirama untuk memastikan perlindungan konsumen bisa optimal sebagai upaya transparansi mekanisme perdagangan dan peningkatan literasi," ujarnya.

Hal lain adalah, Najib mengatakan kalau konsultasi terkait dengan PP tersebut dengan Komisi XI DPR RI adalah amanat Undang-undang.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan