Selasa, 30 September 2025

Kemenperin Laporkan LHS ke Polisi, Kasus SPK Fiktif Bakal Dikawal Sampai Tuntas

Febri Hendri Antoni Arief, mengatakan langkah pelaporan LHS merupakan komitmen Kemenperin untuk mengawal tuntas kasus SPK fiktif.

Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
Tim Komunikasi Kementerian Perindustrian
KASUS SPK FIKTIF. Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengungkapkan Kemenperin telah melaporkan oknum berinisial LHS dalam kasus Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Rabu (12/2/2025). Oknum mantan pegawai Kemenperin LHS telah mengeluarkan empat SPK fiktif dengan nilai pengaduan Rp 80 miliar. (Tim Komunikasi Kementerian Perindustrian). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada Mei 2024, Kementerian Perindustrian mengungkap kasus Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi pada tahun 2023-2024.

Terduga pelaku SPK fiktif berinisial LHS dulunya merupakan Aparat Sipil Negara (ASN) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di wilayahnya dan membuat empat SPK fiktif, dimana nilai pengaduan sekitar Rp 80 miliar.

Dari seluruh paket pekerjaan yang ditawarkan LHS kepada masyarakat tersebut dipastikan tidak terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tahun 2023 dan paket pekerjaan tidak terdapat dalam alokasi DIPA Kemenperin Tahun Anggaran 2023.

Baca juga: Kemenperin Akan Laporkan Balik Oknum Eks ASN Soal SPK Fiktif

Agar kasus tersebut tidak berlarut-larut, Kementerian Perindustrian melaporkan LHS ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait kasus tersebut.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, mengatakan langkah pelaporan LHS merupakan komitmen Kemenperin untuk mengawal tuntas kasus SPK fiktif.

"Sesuai komitmen kami kemarin, hari ini kami telah menepati janji untuk memberikan laporan ke Bareskrim Polri terkait kasus SPK fiktif yang dilakukan oleh LHS. Kami memercayai dan mendukung aparat penegak hukum atau pihak berwenang untuk segera mengungkap kasus ini," tutur Febri di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Tindak pidana yang digunakan dalam laporan ini merujuk pada Pasal 263 ayat (2) KUHP, yang mengatur tentang penggunaan surat palsu yang dapat menimbulkan kerugian.

Baca juga: Kemenperin Pecat Pegawai yang Buat SPK Fiktif dengan Nilai Aduan Rp 80 Miliar

Dalam ayat (2) dari pasal 263 KUHP, disebutkan bahwa barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, bila pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian

Ancaman hukuman bagi pelaku pemalsuan surat atau dokumen sesuai Pasal 263 ayat (2) KUHP adalah pidana penjara paling lama enam tahun.

"Jadi, kami laporkan dengan pasal 263 KUHP ayat (2) tindak pidana pemalsuan surat, yang merugikan Kemenperin, membuat seolah-olah terbitnya surat tersebut merupakan tanggung jawab dari Kemenperin," terang Febri. 

Selain itu, Kemenperin juga melaporkan LHS dengan tindak pidana menyalahgunakan kekuasaan sesuai Pasal 421 KUHP.

Pada pasal ini disebutkan, seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana.

Adapun ancaman hukuman bagi pelanggaran pasal tersebut adalah pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Saat ini, LHS berstatus sebagai tersangka dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polri dengan tuduhan tindak pidana penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang.

Febri menegaskan, Kemenperin tidak akan membayar dana, baik yang sudah diberikan oleh vendor kepada LHS maupun dana yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang didasarkan pada SPK fiktif.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan