Pengamat: Mustahil jika Skandal eFishery Hanya Melibatkan Manajemen
Dengan evaluasi yang tepat dan restrukturisasi yang lebih baik, eFishery memiliki peluang untuk bangkit kembali dan terus memberikan manfaat.
Penulis:
Sanusi
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan fraud yang menimpa eFishery telah membawa dampak luas, terutama bagi para karyawan, petani budidaya ikan, dan pelajaran mendalam dalam dunia akademik.
Meski dihantam skandal yang menyebabkan penghentian operasional sejak Desember 2024, banyak pihak yang tetap melihat eFishery sebagai inovasi penting dalam transformasi industri akuakultur di Indonesia.
Terlepas dari laporan keuangan eksternal, jika ditelisik lebih dalam dari laporan FTI yg beredar, pencapaian bisnis eFishery sebenarnya bisa dikatakan cukup impresif. per tahun, eFishery sempat mendapatkan tambahan revenue Rp2 triliun (50 persen growth) di 2023, skala ini salah satu yang terbesar dalam dunia perikanan.
Profitability-nya pun, meskipun mencatat net loss, tapi jauh lebih kecil dibandingkan perusahaan teknologi lain yang pada saat IPO masih mencatatkan kerugian lebih dari Rp1 triliun, bahkan ada yang hingga Rp3 triliun per tahun. Sedangkan eFishery di tahun terakhirnya bisa menumbuhkan profitabilitas hingga 42%. Secara bisnis, harusnya sangat bisa dilanjutkan.
Baca juga: Belajar dari Kasus eFishery, Analis Sebut Strategi IPO Dapat Mendorong Transparansi
Dari perspektif pengamat dan akademisi, eFishery dipandang sebagai inovasi yang merevolusi industri akuakultur di Indonesia. Teknologi pakan otomatis dan akses pembiayaan yang ditawarkan menjadi solusi atas permasalahan klasik di sektor ini.
Prof Dr Yudi Nurul Ihsan Pakar Perikanan dari Universitas Padjadjaran, menyebut eFishery sebagai pelopor dalam digitalisasi perikanan. “Keberadaan eFishery membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas petani. Namun, tantangan dalam manajemen keuangan menjadi pelajaran penting bagi startup di sektor agritech,” katanya.
Menurutnya, eFishery memiliki peluang untuk kembali dengan model bisnis yang lebih transparan dan akuntabel. “Jika evaluasi menyeluruh dilakukan dan kepercayaan petani serta investor dapat dipulihkan, eFishery masih bisa menjadi pemain utama di industri akuakultur,” tambahnya.
Sementara itu pengamat ekonomi dan akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Telkom University, Ali Riza Fahlevi, menilai bahwa kasus fraud ini tidak bisa hanya dilihat sebagai kesalahan manajemen semata, tetapi merupakan persoalan multi pihak yang mencerminkan celah dalam pengawasan dan tata kelola investasi di sektor start-up.
“Skandal akuntansi seperti ini hampir mustahil hanya melibatkan manajemen. Jika kita melihat skandal keuangan besar dunia, seperti kasus Enron 2002 yang melibatkan firma akuntansi Arthur Andersen, kejadian ini menunjukkan bahwa fraud bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga kantor akuntan publik, bursa, dan konsultan,” jelas Ali.
"Investor tentunya melakukan due diligence sebelum menanamkan modal, apalagi dengan nilai investasi yang fantastis. Jadi, mustahil jika skandal ini hanya melibatkan manajemen tanpa keterlibatan atau setidaknya kelalaian dari pihak lain yang memiliki peran dalam tata kelola perusahaan,” lanjut Ali.
Ali menekankan bahwa start-up di Indonesia, meskipun menjanjikan, seringkali menghadapi kendala besar dalam pendanaan dan kontrol operasional. “Di berbagai negara, 80% start-up gagal. Di Indonesia, angka kegagalannya bahkan bisa mencapai 90% karena kesulitan dalam pendanaan dan lemahnya kontrol dari berbagai pihak,” ujarnya.
Menurutnya, peran kontrol tidak hanya berada di tangan investor tetapi juga perlu mendapat dukungan dari pemerintah. Ia menilai perlu adanya badan atau regulasi yang mengawasi pertumbuhan start-up secara berkelanjutan, tidak hanya memberikan dukungan di tahap awal tetapi juga mengawal perkembangan bisnisnya dalam jangka panjang.
“Pemerintah bisa ikut berperan melalui kementerian terkait, seperti Kementerian Investasi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya dalam kasus eFishery. Bahkan, bisa dipertimbangkan pembentukan badan otonom yang mengawal startup agar tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang,” tambahnya.
Ali menekankan bahwa standar akuntansi yang baik dan transparansi dalam laporan keuangan harus dijaga. “Jika kita abai pada prinsip keterbukaan, maka perusahaan bisa kehilangan kepercayaan investor dan berujung pada kehancuran,” kata Ali.
Ia menegaskan bahwa setiap startup, terlepas dari seberapa inovatif idenya, tetap membutuhkan pengawalan dan kontrol yang kuat. Selain pendanaan, startup juga harus didampingi oleh pakar di bidangnya agar tetap berada pada jalur yang benar.
Dengan evaluasi yang tepat dan restrukturisasi yang lebih baik, eFishery memiliki peluang untuk bangkit kembali dan terus memberikan manfaat bagi sektor perikanan Indonesia.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia: Tata Kelola dan Manajemen Jadi Fondasi Penting Sukseskan MBG |
![]() |
---|
Vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud Dukung AKSI Gugat LMKN |
![]() |
---|
Aturan Baru: Kelola Pulau-Pulau Kini Kecil Wajib Kantongi Izin dari KKP |
![]() |
---|
Menteri Nusron Wahid Koordinasi dengan KKP Lakukan Sertifikasi Pulau Kecil Terluar |
![]() |
---|
Banjir di Musim Kemarau, Eddy Soeparno: Butuh Manajemen Krisis yang Tanggap Hadapi Perubahan Iklim |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.