Premanisme Ormas Bikin Resah Dunia Usaha, HKI Ungkap Nilai Kerugian Ratusan Triliun Rupiah
Banyak investor merasa tidak nyaman dengan keberadaan ormas yang melakukan aksi seperti demonstrasi dan penyegelan di kawasan industri
Penulis:
Reynas Abdila
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aktivitas organisasi masyarakat (ormas) yang kerap berujung pada aksi premanisme semakin meresahkan dunia usaha, khususnya di kawasan industri.
Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia mengungkapkan bahwa banyak investor merasa tidak nyaman dengan keberadaan ormas yang melakukan aksi seperti demonstrasi dan penyegelan di kawasan industri.
Dampaknya, kerugian akibat investasi yang batal maupun keluar dari kawasan industri dapat mencapai angka fantastis, yakni ratusan triliun rupiah.
Ketua Umum HKI, Sanny Iskandar, menyatakan bahwa gangguan keamanan semacam ini sangat merugikan dunia usaha, terutama di wilayah seperti Bekasi, Karawang, Jawa Timur, dan Batam.
"Perhitungan kerugiannya bukan hanya bagi investasi yang sudah keluar, tetapi juga yang gagal masuk. Angkanya bisa mencapai ratusan triliun rupiah," ungkap Sanny dalam sebuah diskusi di Jakarta, dikutip Jumat (14/3/2025).
Namun, gangguan dari ormas maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) tidak hanya terjadi di kawasan industri.
Baca juga: Wamenaker Dukung Kebijakan Gubernur Jabar dalam Pemberantasan Premanisme di Kawasan Industri
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga melaporkan adanya intimidasi yang dilakukan ormas terhadap anggotanya, khususnya saat menarik kendaraan nasabah yang menunggak cicilan.
Beberapa daerah yang menjadi fokus perhatian APPI adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur, di mana debitur sering kali mengalami intimidasi dari ormas yang menghalangi proses eksekusi kendaraan.
Presiden Direktur PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF), Ristiawan Suherman, mengungkapkan bahwa intimidasi oleh ormas dalam proses eksekusi kendaraan nasabah dapat berdampak pada peningkatan kredit macet.
"Dampak yang dirasakan bagi perusahaan pembiayaan jika terjadi peningkatan kredit macet dari nasabah, salah satunya adalah berpengaruh pada rasio Non-Performing Financing (NPF). Rasio NPF menjadi salah satu indikator penting dalam menjaga kesehatan portofolio perusahaan," ujarnya.
Kondisi ini berdampak pada perusahaan pembiayaan, dengan meningkatnya kredit macet yang berpengaruh terhadap rasio NPF serta kemampuan perusahaan dalam membayar pinjaman kepada bank.
Sebagai dampaknya, perusahaan pembiayaan menjadi lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan, terutama di daerah yang rawan konflik.
APPI dan sejumlah pihak menekankan pentingnya penyelesaian sengketa sesuai dengan prosedur yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan dengan menggunakan kekuatan ormas atau LSM.
Dalam hal ini, Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan menjadi pedoman utama yang harus diikuti untuk menjaga ketertiban dan keamanan dunia usaha.
Tindakan intimidasi semacam ini juga menambah beban ekonomi, mengganggu aktivitas usaha, dan berpotensi merusak stabilitas keuangan di daerah.
Akademisi sebut Kepatuhan Regulasi Jadi Kunci Kelanjutan Perusahaan di Tengah Tantangan Global |
![]() |
---|
Pembatasan Penjualan Produk Tembakau Dinilai Bikin Bingung Dunia Usaha |
![]() |
---|
Detik-detik Teknisi WiFi Dipalak dan Dikeroyok Anggota Ormas hingga Babak Belur di Depok |
![]() |
---|
Kronologi Anggota Ormas Memalak dan Mengeroyok Teknisi Wi-Fi hingga Babak Belur di Depok |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.