Selasa, 2 September 2025

Cerita Generasi Kelima Pengrajin Batik Giri Wastra Pura, Menolak Harta Leluhur Sirna

Partinah pewaris batik tulis Giri Wastra Pura di Girilayu ingin budaya leluhurnya itu tetap lestari, cucunya menjadi tombak dalam misi tersebut

|
Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha
GENERASI KELIMA - Camelia cucu Partinah generasi kelima pengrajin batik tulis Giri Wastra Pura 

Saat ini, dari sekitar 300-an pengrajin batik di desa tersebut, hanya sekitar 30 hingga 40 persen yang berasal dari kelompok usia muda.

Sebagian besar di antaranya adalah anak dan cucu dari pengrajin lama, seperti Camelia.

Bagi Partinah dan para perajin senior lain, penting untuk mulai memberi ruang kepada generasi muda untuk belajar sambil terjun langsung.

“Saya biasakan. Apa yang bisa mereka kerjakan ya saya serahkan. Kalau ada pesanan dari tamu, saya ajak mereka bantu saat libur sekolah,” ujar Partinah.

Regenerasi Warisan Batik Girilayu

Wakil Dekan FSRD Universitas Sebelas Maret, Dr. Desy Nurcahyanti, S.Sn., M.Hum, melalui penelitiannya di Desa Girilayu melahirkan buku berjudul Dinamika Regenerasi Perajin Batik Eksplorasi, Model dan Motif Mbok Semok pada 2024.

Buku tersebut juga menjelaskan isi tentang regenerasi pengrajin batik di Girilayu.

Dalam wawancara bersama Tribunnews pada Jumat (18/4/2025), Desy menyampaikan, keahlian membatik perempuan Girilayu diajarkan secara turun-temurun melalui pembelajaran contoh dan pelibatan anak dalam proses membatik, terutama anak perempuan.

"Kegiatan dan aktivitas berulang adalah konsep afirmatif, sehingga menstimulasi anak untuk mencoba (membatik)," jelasnya.

Menurutnya, tidak ada konsep paksaan dalam pewarisan membatik di Girilayu.

Setelah anak mengutarakan maksud belajar membatik pada ibunya, maka pembelajaran dasar membatik pun dimulai.

Nurcahyanti dalam bukunya tersebut menguraikan material wajib yang harus ada di depan rumah warga Girilayu.

Partinah membuat pola motif batik
POLA BATIK - Partinah membuat pola motif batik produksi Giri Wastra Pura

Meliputi Gawangan (kayu panjang berkaki untuk menempatkan kain sewaktu proses pencantingan), kain mori, kompor, wajan, malam, canting dan dingklik (bangku kecil dari kayu beralaskan spon atau kain batik bekas untuk alas duduk setengah jongkok).

Dari buku Dinamika Regenerasi Perajin Batik Eksplorasi, Model dan Motif Mbok Semok, Desy  menuliskan, perempuan Jawa saat ini lebih leluasa untuk bertindak dan mengambil keputusan sepihak.

Leluasa untuk memilih membeli lauk daripada memasak.

Leluasa untuk mengadopsi, melahirkan dengan proses caesar (bukan karena keputusan medis), atau tidak hamil dan memiliki anak.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan