Selasa, 2 September 2025

Cerita Generasi Kelima Pengrajin Batik Giri Wastra Pura, Menolak Harta Leluhur Sirna

Partinah pewaris batik tulis Giri Wastra Pura di Girilayu ingin budaya leluhurnya itu tetap lestari, cucunya menjadi tombak dalam misi tersebut

|
Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha
GENERASI KELIMA - Camelia cucu Partinah generasi kelima pengrajin batik tulis Giri Wastra Pura 

Leluasa untuk menggunakan gaun atau setelan jas seperti laki-laki, bahkan bergaya maskulin atau androgini.

"Semua terjadi karena akses pendidikan. Perempuan diizinkan untuk menjadi pandai, sehingga tidak ada tuntutan untuk menjadi perempuan seperti konsep konvensional," ungkapnya.

Ia melanjutkan, batik adalah representasi perempuan dan perempuan mampu merepresentasikan setetika batik dengan paripurna.

Garis lengkung dan meliuk adalah citra feminimitas. Seluruh jiwa yang  bersentuhan dengan proses batik akan terbentuk sebagai pribadi berlogika rasa.

"Pekerjaan tang membutuhkan konsentrasi tinggi untuk menyambung titik dan garis menggunakan canting, paling sesuai dikerjakan perempuan," papar dia.

Kemudian terkait regenerasi pembatik Girilayu, Desy menyinggung perihal status.

"Membatik membuat lebih sempurna untuk ukuran sosial di wilayah tersebut," tegasnya.

Adapun dalam buku karya Desy pada 2024 halaman 69 diuraikan, mayoritas perempuan pembatik di Girilayu adalah ibu rumah tangga.

bagi perempuan pekerja (guru, karyawan) di Girilayu, membatik dilakukan pada waktu senggang, semacam kebahagiaan atau waktu khusus versi mereka.

Konsep membatik bagi perempuan Girilayu hingga saat ini belum dianggap sebagai sumber nafkah karena sumber daya alam dan pariwisata cukup menggerakkan roda perekonomian di wilayah tersebut

Adapun Desa Girilayu merupakan lokasi makam penguasa dan kerabat Mangkunegaran, terdiri dari lima dusun dengan luas wilayah 311.366 hektare.

Berdasar data dari Bappeda Kabupaten Karanganyar pada 2024, jumlah penduduk Girilayu sekitar 3.779 jiwa.

Girilayu memiliki brbagai potensi yang dikembangkan menjadi tujuan wisata dan resmi dibuka pada 2017.

Girilayu dengan masyarakat di dalamnya memelihara semboyan Tri Dharma yang diwariskan kepada generasi sebelumnya menjadi pedoman kehidupan sehari-hari, termasuk dalam praktik membatik.

(Nurcahyanti, 2024) Tri Dharma terdiri dari tiga ajaran: rumangsa melu handarbeni (kesadaran dan tanggung jawab untuk memiliki, wajib melu hangrungkepi (kewajiban untuk menjaga), dan mulat sarira hangrasa wani (mawas diri dan berani bertindak untuk kebaikan).

Ketiga prinsip ini mengalir dalam kehidupan membatik menjadikannya sebagai simbol regenerasi yang lebih dari sekedar proses reproduksi, namun mencerminkan nilai-nilai budaya dan spiritual.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan