Menilik Desa Girilayu di Lereng Lawu, Kekayaan Motif Batik yang Gigih Lestari
Berangkat dari motif khas Girilayu dengan motif Tugu Tri Dharma, motif modern senantiasa terbarukan berkat inovasi generasi pengrajin batik
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Sri Juliati
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM, KARANGANYAR - Desa Girilayu, Matesih, Karanganyar, adalah rumah bagi motif-motif batik yang lahir dari perenungan panjang sejarah dan budaya.
Motif Tugu Tri Dharma misalnya, menjadi simbol ikonik yang mengikat dua tokoh besar: Pangeran Sambernyawa dari era Mangkunegaran, dan Presiden Soeharto dari masa republik.
Monumen kecil itu berdiri hening di antara dua kompleks pemakaman agung: Astana Mangadeg dan Astana Giribangun.
Namun dari keheningan makam itulah, lahir suara-suara baru lewat guratan canting.
“Setiap motif di sini punya makna, bukan asal corak. Ada filosofi pengabdian, persatuan, dan semangat spiritual di baliknya,” ujar Partinah, pemilik usaha batik tulis Giri Wastra Pura.
Ia menunjukkan selembar batik bergambar Tugu Tri Dharma, panjangnya 2,6 meter, lebar hampir satu setengah meter.
Kain itu belum diwarnai, tetapi pancaran nilainya sudah terasa dalam tiap garisnya.
Selain Tugu Tri Dharma, motif-motif klasik seperti Wahyu Tumurun, Gringsing, hingga Parang dan Truntum masih lestari.
Muncul pula motif-motif baru, hasil inovasi dari para pengrajin muda yang mulai memberi warna segar pada kanvas budaya tua.
“Anak-anak muda sekarang ikut terlibat. Sekitar 30 hingga 40 persen dari total pengrajin adalah generasi baru,” terang Partinah yang merupakan generasi keempat pembatik dari garis buyutnya.
Baca juga: Cerita Generasi Kelima Pengrajin Batik Giri Wastra Pura, Menolak Harta Leluhur Sirna
Keanekaragaman Motif
Dalam penelitiannya, Wakil Dekan FSRD Universitas Sebelas Maret, Dr. Desy Nurcahyanti, S.Sn., M.Hum, menyebut, batik di Girilayu pertama kali muncul dari tangan para penjaga makam dan keturunannya di Girilayu, tempat penguasa Mangkunegaran (I hingga III) dikebumikan.
Sementara tahun 1795, tahun wafat KGPAA Mangkunegara I, sering digunakan sebagai patokan awal.
Untuk itu, ekspolrasi nilai estetika dalam batik Girilayu menunjukkan keterlibatan budaya Mangkunegaran dalam menciptakan gaya dan karakter khusus batik ini.
Selain Tugu Tri Dharma sebagai inspirasi motif batik sekaligus mengimplementasikan konsep ajarannya, terdapat keanekaragaman motif batik yang berkembang di Girilayu.
"Motif batik klasik selalu dibuat di wilayah Girilayu, tetap untuk keperluan istana, para pejabat, dan upacara adat terutama pernikahan. Tahun 2016 muncul pengembangan motif batik dengan ciri khas Girilayu, salah satunya adalah motif Mbok Semok," papar Desy diwawancarai pada Jumat (18/4/2025).
Lanjut dia, motif tersebut diisi dengan stilasi perempuan pembatik, stilasi canting yang disusun menyerupai motif Parang, dikomposisikan dengan pakem motif Sido, dan stilasi Tugu Tri Dharma.
Unsur ideologi dan tradisi melebur secara estetik dalam motif Mbok Semok.
Yakni merangkai kisah cara bersosialisasi perempuan pembatik dalam peran domestik dan kultural.
"Stilasi perempuan pemnatik dalam motif Mbok Semok adalah daya tarik dari keseluruhan ragam huas dan isian motif yang ditampilkan, di samping stilasi canting dan Tugu Tri Dharma. Visualisasi yang dimunculkan sebagai pertanda eksistensi dan kekuatan untuk menjaga tradisi dan regenerasi batik di Girilayu," paparnya.

Dalam penamaannya, terang Desy, motif Mbok Semok dikonotasikan sebagai image perempuan yang menarik. Semok berasal dari bahasa Jawa yang berarti tubuh padat dan subur.
Perihal simbolisasi, Mbok Semok adalaah representasi Prajurit Estri (perempuan) Mangkunegaran dalam versi baru sebagai pejuang tradisi membatik.
Program Desa
Sebuah badan usaha milik desa tersebut terlibat menjadi motor penggerak bagi perempuan dan pemuda lokal untuk mandiri, melalui lembaran batik tulis yang sarat makna.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Girilayu lahir pada tahun 2017, dengan visi besar memberdayakan masyarakat dan mendorong ekonomi desa agar tak sekadar berjalan, tapi melesat.
“BUMDes ini kami bentuk bukan cuma untuk menjalankan usaha, tapi untuk membawa manfaat langsung bagi warga,” ujar Kepala Desa Girilayu, Slamet, dihubungi terpisah.
Dari unit simpan pinjam hingga pengelolaan air dan jasa, BUMDes Girilayu terus bertumbuh, namun sektor batik tetap menjadi nadi utamanya, bukan hanya sebagai produk unggulan, melainkan juga sebagai warisan yang dirawat dan dibagikan.
Saat ini, sebanyak 12 perajin batik aktif bekerja sama di bawah naungan BUMDes, tergabung dalam paguyuban pembatik bernama Giri Arum.
Mereka bukan sekadar pengrajin, tapi pelaku sejarah yang meneruskan tradisi batik tulis yang telah hidup di Girilayu sejak zaman Mangkunegaran.
Pendataan para pengrajin dilakukan secara terbuka melalui sistem pendaftaran, lalu dilanjutkan dengan pembinaan.
Tak berhenti pada produksi, BUMDes juga mengembangkan eduwisata batik, membuka ruang belajar bagi wisatawan yang ingin mengenal proses batik tulis dari dekat.
“Produk turunan batik seperti pakaian jadi dan cendera mata sedang kami dorong, sekaligus edukasi membatik untuk pengunjung,” jelasnya.
Media sosial dan pameran menjadi jembatan penting dalam pemasaran.
Melalui akun digital, mereka membangun jejak daring untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Pendampingan dari berbagai pihak memperkuat gerak BUMDes ini.
Dari dinas koperasi, dinas pariwisata, hingga kampus-kampus besar seperti UNS, ISI, dan UMS, semua ikut hadir mendampingi melalui pelatihan dan penelitian.
“Dukungan itu sangat berarti. Kami diberi pelatihan pengelolaan, bahkan bantuan peralatan dari dinas,” kata Slamet.
Pemerintah desa sendiri sangat terlibat aktif, mulai dari administrasi, penyusunan regulasi, hingga koordinasi lapangan, agar operasional BUMDes berjalan lancar dan transparan.

Meskipun sistem keuangan masih dilakukan secara manual dan sederhana, laporan keuangan sudah diaudit oleh dinas terkait dan dinyatakan cukup baik, meski butuh pembenahan lebih lanjut.
“Pendanaan masih dari dana desa. Tapi yang penting, semua tercatat dan bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
BUMDes Girilayu memang masih menghadapi tantangan, terutama dalam hal ketersediaan sumber daya manusia unggul yang bisa mengelola usaha secara profesional.
Namun Slamet yakin, dengan menguatkan pemahaman kerja dan sistem organisasi, semua perlahan bisa ditangani.
“Harapan kami sederhana, tapi besar: semoga BUMDes bisa terus berkembang, bisa membuka unit usaha besar ke depan—termasuk sektor wisata yang lebih terintegrasi,” ucapnya penuh semangat.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.