Kamis, 21 Agustus 2025

Respons soal Reformasi TKDN, Apindo: Berkaitan dengan Insentif atau hanya Roadmap?

pemerintah perlu memperjelas reformasi TKDN itu seperti apa, apakah nantinya berkaitan dengan insentif TKDN untuk industri atau justru hanya roadmap

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
Nitis Hawaroh/Tribunnews.com
REFORMASI TKDN - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berpendapat, reformasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tengah digagas Kementerian Perindustrian (Kemenperin) perlu mempertimbangkan masing-masing sektor industri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berpendapat, reformasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tengah digagas Kementerian Perindustrian (Kemenperin) perlu mempertimbangkan masing-masing sektor industri.

Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan, pemerintah perlu memperjelas reformasi TKDN itu seperti apa, apakah nantinya berkaitan dengan insentif TKDN untuk industri atau justru hanya roadmap saja.

"Jadi dia (reformasi TKDN) nggak bisa sama rata kan, ini kesiapannya bagaimana, apa saja," kata Shinta kepada wartawan di Gedung Permata Kuningan, Selasa (13/5/2025).

Baca juga: Menperin Bantah Reformasi TKDN Karena Latah dan Desakan: Sudah Kami Mulai Sejak Februari 

Shinta menyoroti bahwa insentif TKDN yang diberlakukan di Thailand terbukti berhasil mendorong pertumbuhan industri. Dia berharap, reformasi TKDN yang dilakukan Kemenperin ini juga akan seperti itu.

"Jadi maksudnya, sektor-sektor masing-masing tuh, nggak bisa sama ratakan semua, tapi konsepnya apakah sekarang bisa, karena di Thailand, Thailand sudah mengenakan insentif TKDN, itu ternyata sangat berhasil di Thailand. Nah itu kita lihat di Indonesia ini, bisa nggak kita jalanin seperti itu juga," jelas dia.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa reformasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sedang dijalankan pemerintah bukanlah kebijakan yang diambil secara tergesa-gesa atau karena desakan pihak tertentu. 

Pernyataan ini disampaikan. Menperin untuk menegaskan kembali bahwa reformasi kebijakan TKDN tidak disebabkan karena tekanan dari negara manapun. 

Selain itu penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah, menegaskan kembali pentingnya kebijakan TKDN bagi industri dalam negeri.

"Kami ingin tegaskan bahwa reformasi TKDN bukan karena latah, tidak reaktif, dan bukan karena tekanan. Ini sudah kami mulai sejak Februari 2025, jauh sebelum adanya dinamika yang berkembang belakangan ini," ujar Agus dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (10/5).

Menperin menambahkan, reformasi TKDN tersebut merupakan bagian dari upaya jangka panjang pemerintah untuk memperkuat industri nasional melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Kebijakan ini juga sejalan dengan arahan Presiden untuk memperdalam struktur industri dan meningkatkan daya saing nasional.

"Kementerian Perindustrian telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi TKDN selama ini. Reformasi ini bertujuan agar kebijakan lebih adaptif, transparan, dan memberikan manfaat optimal bagi pelaku industri dalam negeri," imbuhnya.

Agus juga menegaskan, pemerintah akan terus melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pelaksanaan reformasi ini agar implementasinya berjalan efektif dan tepat sasaran.

Perpres Nomor 46 Tahun 2025 menjadi landasan hukum yang memperkuat arah baru kebijakan TKDN, termasuk perbaikan mekanisme verifikasi, insentif bagi pelaku industri, dan penguatan pengawasan agar mendorong komitmen penggunaan produk dalam negeri di berbagai sektor.

Dengan langkah ini, Kementerian Perindustrian optimistis dapat mempercepat kemandirian industri nasional serta memperkuat ekosistem manufaktur dalam negeri.

Kemenperin dan perusahaan industri juga mengapresiasi munculnya empat sub ayat baru pada pasal 66 Perpres Nomor 46 Tahun 2025, yang mengatur tentang urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Dalam aturan baru ini, pemerintah memprioritaskan dan wajib membeli produk ber-TKDN atau PDN dibandingkan produk impor.

Adapun urutan prioritas belanja pemerintah atas produk ber-TKDN dan PDN sesuai dengan pasal 66 Perpres No. 46 Tahun 2025 adalah sebagai berikut:

1. Jika ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) nya lebih dari 40 persen, maka yang bisa dibeli pemerintah melalui PBJ adalah produk yang ber-TKDN di atas 25 persen.

2 Jika tidak ada produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP nya di atas 40 persen, tapi ada produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen, maka produk yang memiliki skor TKDN di atas 25 persen bisa dibeli pemerintah melalui PBJ Pemerintah.

3. Jika tidak ada produk yang ber-TKDN di atas 25 persen, maka pemerintah bisa membeli produk yang ber-TKDN lebih rendah dari 25 persen.

4. Jika tidak ada produk yang bersertifikat TKDN, maka pemerintah bisa membeli PDN yang terdata dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).

"Regulasi baru ini memperbaiki regulasi sebelumnya, yaitu Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang PBJ Pemerintah. Produk impor tidak boleh di beli dalam PBJ Pemerintah jika 4 urutan belanja diatas terpenuhi," jelas Menperin.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan