Kamis, 25 September 2025

Menko Zulhas Minta Masyarakat Tak Khawatir soal Beras Oplosan, Pemerintah Bakal Tindak Tegas

Zulkifli Hasan buka suara mengenai polemik beras oplosan yang belakangan ini sedang ramai.

Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com
BERAS OPLOSAN - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan ketika ditemui di Kantor Pos Indonesia, Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025). Ia meminta masyarakat tidak khawatir terkait dengan beras oplosan yang sedang ramai di masyarakat. Dok: Endrapta Pramudhiaz 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan buka suara mengenai polemik beras oplosan yang belakangan ini sedang ramai.

Pria yang akrab disapa Zulhas itu meminta masyarakat tidak khawatir menghadapi maraknya beras oplosan di pasaran.

"Tidak usah khawatir. Kalau ada apapun, beri informasi, pasti kami akan tindak tegas," katanya ketika ditemui di Kantor Pos Fatmawai, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).

Menurut Zulhas, ada Satgas Pangan Polri yang siap melakukan penindakan jika ditemukan beras oplosan di pasaran.

Saat ini, kata dia, pemerintah sudah memiliki solusi jangka panjang untuk menangani beras oplosan ini. Ia menyebut Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai jalan keluarnya.

Zulhas menjelaskan bahwa persoalan beras oplosan ini terletak pada alur distribusinya. 

Ada oknum di tengah alur distribusi yang kerap mencampur beras kualitas bagus dan jelek agar bisa mempermainkan harganya.

Dengan kehadiran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, ia yakin praktik kecurangan di alur distribusi ini bisa tertangani.

Baca juga: Marak Beras Oplosan, Yuk Tilik Kembali Potensi Pangan dari Alam Indonesia

"Itu memangkas tengkulak, memangkas permainan-permainan itu dengan permanen melalui Koperasi Desa," ujar Zulhas.

Belakangan ini sedang ramai soal beras oplos, yaitu beras kualitas premium dicampu dengan beras medium, lalu dijual dengan harga beras premium.

Berdasarkan temuan terbaru, lebih dari 212 merek beras diduga melanggar standar mutu dan takaran.

Akibat dari pelanggaran tersebut, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 99 triliun.

"Ini total nilainya setelah kita kali jumlah beras yang beredar itu Rp 99 triliun," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Amran meminta agar para produsen beras yang diduga melanggar aturan mulai mengoplos hingga mengurangi takaran agar cepat sadar.

Dia meminta agar pelaku-pelaku ini mengikuti regulasi yang ada dan tidak merugikan masyarakat.

"Mudah-mudahan semua sudah sadar dan menyesuaikan regulasi yang ada," kata Amran kepada wartawan di Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok, Kamis (17/7/2025).

Jika tidak, kata Amran, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polri agar segera menindak para produsen curang ini sesuai prosedur hukum yang berlaku.

"Ya beras oplosan semua kami minta segera menyesuaikan dengan regulasi yang ada di republik ini. Kami sudah mengirim seluruh merek yang tidak sesuai (takaran)," tuturnya.

Cara Membedakan

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, masyarakat bisa juga membedakan beras secara visual. 

Sehingga, bisa mengetahui, apakah beras tersebut dioplos atau tidak.

“Kalau banyak butir patahnya, itu hampir pasti adalah jenis beras medium karena maksimal 25 persen butir patahnya. Tapi kalau butir utuhnya banyak, itu jenis beras premium," ujar Arief dikutip Jumat (18/7/2025).

"Tapi tak usah khawatir, masyarakat silakan belanja beras. Apalagi kalau berasnya ada brand-nya. Kalau ada brand, itu artinya silahkan dikoreksi kalau ada ketidaksesuaian," sambungnya.

Terkait adanya oplosan beras premium, Arief menjelaskan bahwa praktik tersebut memang ada berupa pencampuran butir patah dengan butir kepala. 

Namun pencampuran tersebut harus sesuai standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah.

"Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah kalau beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15 persen. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini karena kualitas adalah kualitas. Ini yang harus dijaga," kata Arief.

Terkait itu, kelas mutu beras premium telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. 

Untuk beras premium harus memiliki kualitas antara lain memiliki butir patah maksimal 15 persen.

Sedangkan kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, butir gabah dan benda lain harus nihil.

Tidak jauh berbeda, dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 beras premium non organik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50 persen.

Lalu, butir kepala minimal 85,00 persen; butir menir maksimal 0,50 persen; butir merah/putih/hitam maksimal 0,50 persen; butir rusak maksimal 0,50 persen; butir kapur maksimal 0,50 persen; benda asing maksimal 0,01 persen, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.

"Di beras, kita punya batas maksimal beras patah 15 persen. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15 persen butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi pencampuran beras tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah," tambah Arief.

Oplos Beras yang Tidak Diperbolehkan

Arief mempertegas praktik oplos yang tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). 

Hal ini karena beras SPHP terdapat subsidi dari negara sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran.

"Kemudian, untuk beras subsidi pemerintah, itu yang tidak boleh dicampur atau dioplos. Beras SPHP dengan kemasan 5 kilogram harus menyasar langsung ke masyarakat dengan harga Rp 12.500 per kilogram (Zona 1). Itu tidak boleh dicampur, tidak boleh dibuka kemasannya untuk dicampur ke beras lain," kata Arief.

"Beras SPHP itu beras medium. Tapi memang beberapa waktu lalu kualitas sangat baik, karena broken-nya hanya 5 persen. Ini yang dimaksud Bapak Menteri Pertanian bahwa beras SPHP itu tidak boleh dioplos dengan beras lain," ujarnya.

"Untuk itu, saya sudah meminta Bapak Dirut Bulog untuk memastikan agar tidak terjadi praktik seperti itu. Outletnya sekarang harus jelas, terregistrasi secara digital," ucap Arief.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan