Jumat, 12 September 2025

Macet Parah di Ketapang, Anggota DPR Bambang Haryo Desak 15 Kapal LCT Segera Dioperasikan

Masih ada regulasi tambahan yang dilakukan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai klas selain Kemenhub Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Istimewa
KAPAL TENGGELAM - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono. Ia mengungkapkan keprihatinannya atas kemacetan panjang yang terjadi akibat dihentikannya operasional 15 unit kapal Landing Craft Tank (LCT) di dermaga LCM (kapal pendarat mekanis).  

TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, mengadakan kunjungan dadakan ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur pada Jumat (18/7/2025).

Dalam kunjungan itu, pemilik sapaan akrab BHS mengungkapkan keprihatinannya atas kemacetan panjang yang terjadi akibat dihentikannya operasional 15 unit kapal Landing Craft Tank (LCT) di dermaga LCM (kapal pendarat mekanis). 

"Saya menekankan untuk mempercepat beroperasinya kembali ke 15 kapal LCT yang ada di dermaga plensengan," ujar BHS dalam keterangannya pada Minggu (20/7/2025).

Dia mengatakan  sebagai pengangkut alat berat yang sempat terjebak dalam kemacetan dan ini tentu juga cukup berpengaruh terhadap kelancaran daripada angkutan untuk Industri dan pariwisata.

Baca juga: Keluarga Penumpang KMP Tunu Pratama Jaya dan Bos Truk Mulai Padati Pelabuhan Ketapang Banyuwangi

"Sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi yang ada di Wilayah Bali tidak terganggu," ujarnya.

Alumni Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini menargetkan seluruh alat berat dan kendaraan yang terjebak kemacetan sudah bisa terangkut semuanya secepatnya dan prosesnya bisa cepat dilancarkan. 

Apalagi, menurut dia, ke-15 kapal LCT tersebut sudah memiliki sertifikat kesempurnaan setelah kapal turun dok dan beberapa kali dilakukan ramp check di angkutan lebaran.

Lagipula setiap jam keberangkatan sebelumnya kapal-kapal LCT tersebut sudah mendapatkan surat ijin berlayar sehingga bisa dianggap kapal tersebut laik laut beroperasi. 

"Diharapkan proses penghentian kapal tersebut supaya segera dijalankan kembali," ujarnya.

Selain itu, BHS juga mendorong percepatan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan yang saat ini sudah tertinggal untuk segera disesuaikan guna mendukung pemenuhan biaya standarisasi keselamatan dan pelayanan minimum. 

Ia menekankan pentingnya ticketing bagi penumpang kendaraan dan pengemudi yang saat ini sesuai aturan KM 58 tahun 2003 tidak diberlakukan, harus segera diubah dengan aturan baru yang mewajibkan penumpang kendaraan dan pengemudi harus bertiket agar manifest tidak rancu seperti saat kejadian di tenggelamnya KMP Tanu Pratama Jaya di perairan Selat Bali. 

BHS juga menekankan pentingnya penyesuaian tarif untuk menunjang operasional perusahaan pelayaran dalam memenuhi standarisasi keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan pelayanan minimum bagi kapal-kapal penyeberangan yang saat ini sudah tertinggal lebih dari 38 persen berdasarkan perhitungan pemerintah (Kementerian Perhubungan, Kementerian Menko Marvest), YLKI dan asosiasi Gapasdap pada th 2019 yang lalu.

Pengusaha maritim nasional ini  menekankan penganalisaan suatu kecelakaan tidak hanya pada operator saja.

"Tetapi harus totalitas kepada semua stakeholder keselamatan mulai regulator (pemerintah), fasilitator (kepelabuhanan), operator dan konsumen yang bisa berkontribusi terhadap keselamatan," ujarnya.

Ditambah lagi unsur penyelamatan (coastguard KPLP, Basarnas, Bakamla, Polair) yang saat ini perlu diintensifkan dengan menstandarisasikan kualitas penyelamatan dari sisi respon time ditentukan SDM dan peralatan yang cukup agar garda terakhir penyelamatan bisa dilakukan dan pemerintah hadir disitu, tidak seperti penyelamatan KMP.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan