Rabu, 10 September 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Pemerintah Diminta Mengantisipasi Dampak Negatif Kesepakatan Dagang dengan AS

RI diminta segera mengambil langkah antisipatif terhadap dampak kesepakatan dagang terbaru dengan Amerika Serikat (AS). 

|
Penulis: Chaerul Umam
Instagram @prabowo
TARIF IMPOR - Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto melakukan percakapan lewat telepon dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Rabu (16/7/2025). Pemerintah diminta segera mengambil langkah antisipatif terhadap dampak kesepakatan dagang terbaru dengan Amerika Serikat (AS).  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta segera mengambil langkah antisipatif terhadap dampak kesepakatan dagang terbaru dengan Amerika Serikat (AS). 

Pernyataan ini disampaikan Ekonom Pusat Kajian Keuangan, Ekonomi, dan Pembangunan Universitas Binawan, Farouk Abdullah Alwyni, Minggu (20/7/2026).

Farouk dikenal sebagai ekonom, akademisi, dan politisi yang concern dengan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. 

Farouk Abdullah Alwyni adalah lulusan S2: MA in Economics dari New York University dan S3 dari Universiti Sains Malaysia (Center for Islamic Development Management).

Dia menilai isi kesepakatan tersebut sangat merugikan Indonesia, meskipun di permukaan terlihat ada pelonggaran dari sisi tarif.

Farouk menyoroti penurunan tarif ekspor Indonesia ke AS dari 32 persen menjadi 19 persen yang dinilai tidak sebanding dengan sejumlah kewajiban besar yang harus ditanggung Indonesia. 

Dia menilai kesepakatan itu memperlihatkan posisi tawar Indonesia yang sangat lemah.

"Menurut saya kesepakatan itu sangat berat sebelah. Kesepakatan itu menunjukkan posisi Indonesia tidak setara dengan Amerika. Untuk mendapat penurunan tarif ekspor, Indonesia harus menghapuskan seluruh tarif untuk produk ekspor AS ke Indonesia," katanya.

"Ditambah lagi Indonesia diminta membeli produk energi AS sebesar USD 15 miliar, produk pertanian AS sebesar USD 4.5 miliar, membeli 50 pesawat Boeing, serta membuka akses pasar untuk produk pertanian, perikanan dan peternakan AS bebas tarif,” kata dia.

Farouk juga menekankan bahwa tarif 19 persen tersebut tetap jauh lebih tinggi dari tarif normal sebelumnya yang hanya berada di kisaran 0–5 persen. 

Kondisi ini, menurutnya, menempatkan Indonesia dalam posisi kurang menguntungkan dibanding negara tetangga.

Farouk membandingkan dengan Malaysia dan Vietnam yang dikenakan tarif masing-masing 25 persen dan 20 persen, namun tidak diberi syarat tambahan seperti kewajiban pembelian produk atau penghapusan tarif terhadap barang-barang dari AS.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi terhadap Indonesia adalah satu bentuk neo-kolonialisme dan neo-imperialisme gaya baru yang diberlakukan AS kepada Indonesia. Namun ironisnya, Pemerintah Indonesia menerima kesepakatan ini dengan gembira,” ujarnya.

Dalam jangka panjang, Farouk memperkirakan akan terjadi lonjakan impor dari AS yang berpotensi membanjiri pasar domestik. 

Hal ini, menurutnya, bisa memukul sektor industri dalam negeri dan mempercepat laju deindustrialisasi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan