Nilai Tukar Rupiah
Kurs Rupiah Hari Ini, 22 Juli 2025: Dolar AS Tembus Rp 16.465, Ringgit dan Baht Kian Perkasa
Pelemahan ini sendiri diduga terjadi karena kombinasi faktor domestik dan global, termasuk kenaikan suku bunga AS
Penulis:
Bobby W
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Simak kurs rupiah terhadap sejumlah valuta asing dunia pada perdagangan Rabu, 22 Juli 2025, hari ini.
Pada 22 Juli 2025, nilai tukar Rupiah kembali menunjukkan pelemahan terhadap sejumlah valuta asing, terutama baht Thailand (THB).
Dikutip melalui data bank notes BNI dalam perdagangan hari ini, nilai jual Baht Thailand bahkan sampai menembus angka Rp513 per baht, yang menandai penguatan mata uang negara tetangga tersebut terhadap Rupiah.
Fenomena ini menjadi perhatian karena mengindikasikan perubahan dinamika ekonomi regional.
Pelemahan ini sendiri diduga terjadi karena kombinasi faktor domestik dan global, termasuk kenaikan suku bunga AS, volatilitas pasar komoditas, dan ketidakpastian geopolitik.
Data dari BNI pada pukul 11.35 WIB menunjukkan Rupiah juga tertekan terhadap Dolar AS yang berada di level jual Rp16.465, Euro Rp19.340, dan Poundsterling Rp22.290.
Sebelumnya, Dolar AS sempat stabil di level Rp16.370 pada pertengahan Juli 2025, namun secara bertahap menguat hingga mencapai Rp16.440 pada 21 Juli 2025 , menunjukkan tren penguatan yang berkelanjutan.
Sementara itu, di kawasan Asia Tenggara, Rupiah juga tertekan oleh Ringgit Malaysia yang berada pada nilai jual Rp4.058 per MYR.
Faktor utama pelemahan Rupiah termasuk defisit neraca transaksi berjalan sebesar 2,3 persen dari PDB , yang memicu kekhawatiran akan aliran modal keluar.
Sebaliknya, penguatan mata uang tetangga seperti Baht Thailand didukung oleh surplus neraca perdagangan mereka.
Thailand mencatatkan surplus sebesar $3,2 miliar pada kuartal kedua 2025, sementara Malaysia memanfaatkan kenaikan harga minyak untuk meningkatkan penerimaan fiskal.
Baca juga: Prabowo Buat Istilah Serakahnomics setelah Gagasan Prabowonomics Sempat Digaungkan
Pelemahan Rupiah ini diprediksi akan berdampak pada perekonomian Indonesia, meliputi kenaikan harga barang impor, beban utang korporasi yang meningkat, dan tekanan inflasi yang lebih tinggi.
Di sisi lain, penguatan sejumlah valuta asing ini memperberat ekspor Indonesia ke luar negeri, terutama produk tekstil dan elektronik.
Kebijakan BI untuk mengintervensi pasar valas dan menaikkan suku bunga acuan menjadi langkah kritis untuk menstabilkan Rupiah.
Namun, langkah ini berisiko memperlambat pertumbuhan kredit domestik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.