Selasa, 30 September 2025

Polemik Payment ID

Kritik Payment ID, FKBI: Berpotensi Langgar Hak Warga Negara

Ketua FKBI Tulus Abadi menyoroti rencana Bank Indonesia (BI) yang akan memberlakukan instrumen Payment ID.

|
Editor: Sanusi
Tribunnews/Choirul Arifin
KRITIK PAYMENT ID - Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menyoroti rencana Bank Indonesia (BI) yang akan memberlakukan instrumen Payment ID. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menyoroti rencana Bank Indonesia (BI) yang akan memberlakukan instrumen Payment ID. 

Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak asasi warga negara dan mengancam privasi transaksi masyarakat.

Tulus menjelaskan, dengan instrumen Payment ID, BI dapat mengontrol dan mendeteksi seluruh lalu lintas transaksi, baik melalui perbankan, dompet digital (e-wallet), maupun e-commerce. Semua transaksi itu nantinya akan terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) masing-masing individu.

Baca juga: Payment ID Bakal Diuji Coba untuk Penyaluran Bansos 17 Agustus 2025, Bakal Lebih Akurat?

“Dengan instrumen ini, Bank Indonesia akan menelanjangi seluruh lalu lintas transaksi perbankan dan dompet digital. Ini masuk terlalu jauh ke ranah privat warga negara,” kata Tulus dalam keterangan tertulis, Senin (11/8/2025).

Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar rahasia perbankan, mengganggu kenyamanan dan keamanan konsumen, serta membahayakan perlindungan data pribadi.

“Instrumen Payment ID patut diduga hanya dijadikan alat untuk menggenjot pendapatan pajak, tapi mengorbankan hak asasi warga negara,” tegasnya.

Tulus juga menyebut kebijakan ini belum menjadi common sense di tingkat internasional. “Hanya ada lima negara yang menerapkannya, yaitu Singapura, Swedia, India, Brasil, dan China,” ucapnya.

Ia meminta BI untuk tidak gegabah menerapkan Payment ID, apalagi jika alasan utamanya demi meningkatkan penerimaan pajak. Menurutnya, pemerintah seharusnya bisa fokus menggali potensi pajak dari pembayar pajak kelas kakap, baik korporasi maupun individu kaya raya.

“Jika dipaksakan, Payment ID justru akan menggerus kepercayaan masyarakat pada sektor perbankan dan berpotensi menurunkan transaksi digital. Keberlanjutan ekonomi digital pun terancam,” pungkas Tulus.

Baca juga: BEI Umumkan Perdagangan Saham Libur Pada 18 Agustus 2025

Sebelumnya, BI memperkenalkan konsep Payment ID sebagai bagian dari inisiatif besar dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030, yang bertujuan membangun sistem pembayaran digital nasional yang lebih efisien, inklusif, dan terintegrasi menuju visi Indonesia Emas 2045.

Payment ID ini dirancang sebagai "kunci identifikasi", "alat otentikasi", dan sarana agregasi data profil transaksi individu berbasis NIK, memungkinkan BI mengkonsolidasikan data dari rekening bank, e-wallet, pinjol, hingga bantuan sosial dalam satu sistem.

Inisiatif ini rencananya akan diluncurkan secara resmi pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan HUT RI ke-80, dimulai dengan tahap uji coba di lingkungan internal BI dan penyaluran bantuan sosial non-tunai.

BI menegaskan bahwa seluruh penggunaan data melalui Payment ID akan tunduk pada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan berlaku berdasarkan persetujuan (consent) pemilik data, guna menjaga keamanan dan kerahasiaan informasi finansial individu.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan