DPR Minta BI Pastikan Keamanan Data di Implementasi Payment ID
Payment ID tidak otomatis membuat BI bisa melihat semua detail pendapatan, belanja, pajak, atau investasi setiap orang.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM – Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak mengingatkan kepada Bank Indonesia agar rencana penerapan Payment ID yang dijadwalkan berlaku pada 2030 memperhatikan aspek keamanan data.
Amin Ak menegaskan, rentang waktu yang masih tersedia lima tahun ke depan harus dimanfaatkan untuk memastikan keamanan, regulasi, dan kesiapan teknologi. Polemik mengenai Payment ID dinilai wajar, karena ini menyangkut data pribadi.
"Justru di sinilah kita harus memastikan keamanan dan kerahasiaan data menjadi prioritas mutlak," ujar Amin saat dihubungi Tribunnews, Selasa (12/8/2025).
Menurutnya, regulasi juga harus jelas dan tegas, termasuk sanksi bagi penyalahgunaan. Selain itu, integrasi teknologi lintas bank, fintech, dan platform pembayaran seperti e-wallet serta QRIS harus berjalan mulus tanpa membebani pengguna.
“Kami akan mengawal setiap tahap implementasinya agar manfaatnya terasa, dan risikonya terkendali,” ujarnya.
Mengenal Payment ID
Payment ID tidak otomatis membuat Bank Indonesia bisa melihat semua detail pendapatan, belanja, pajak, atau investasi setiap orang.
Yang direkam adalah identitas pembayaran dan data relevan untuk pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran.
BI memperkenalkan konsep Payment ID sebagai bagian dari inisiatif besar dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030, yang bertujuan membangun sistem pembayaran digital nasional yang lebih efisien, inklusif, dan terintegrasi menuju visi Indonesia Emas 2045.
Payment ID ini dirancang sebagai "kunci identifikasi", "alat otentikasi", dan sarana agregasi data profil transaksi individu berbasis NIK, memungkinkan BI mengkonsolidasikan data dari rekening bank, e-wallet, pinjol, hingga bantuan sosial dalam satu sistem.
Inisiatif ini rencananya akan diluncurkan secara resmi pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan HUT RI ke-80, dimulai dengan tahap uji coba di lingkungan internal BI dan penyaluran bantuan sosial non-tunai.
Ada Mekanisme Hukum, BI Tak Bisa Sepihak
Amin menambahkan, akses detail keuangan seseorang hanya bisa dilakukan lembaga berwenang melalui mekanisme hukum yang jelas, bukan oleh BI secara sepihak.
Namun dia mengingatkan risiko kebocoran data tetap ada, mengingat Payment ID terhubung dengan berbagai akun, termasuk Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Baca juga: Payment ID Bakal Diuji Coba untuk Penyaluran Bansos 17 Agustus 2025, Bakal Lebih Akurat?
Ia juga menyoroti tantangan penguatan regulasi dan keamanan dengan penerapan Know Your Customer (KYC) dan Anti-Money Laundering (AML).
"KYC melibatkan verifikasi identitas nasabah, sedangkan AML fokus pada deteksi dan pencegahan aktivitas mencurigakan. Keduanya penting untuk mencegah kejahatan keuangan,” katanya.
Di sisi positif, Amin menilai Payment ID akan membuat transaksi lebih praktis, meminimalkan kesalahan input nomor rekening, mengurangi risiko penipuan, hingga memangkas biaya transfer antarbank.
Baca juga: Kritik Payment ID, FKBI: Berpotensi Langgar Hak Warga Negara
Transaksi Debit GPN di Belanja Online Jadi Pendapatan Baru Industri Perbankan |
![]() |
---|
KPK Periksa Petinggi Bank Indonesia Terkait Korupsi Dana CSR Heri Gunawan dan Satori |
![]() |
---|
Segini Harta Heri Gunawan, Anggota DPR dari Gerindra Jadi Tersangka Korupsi CSR BI-OJK |
![]() |
---|
Satori Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi Dana CSR BI-OJK, Begini Reaksi Partai NasDem |
![]() |
---|
Sosok Heri Gunawan Tersangka Korupsi CSR BI-OJK: Terima Rp15 Miliar, Anggota DPR 3 Periode |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.