Rabu, 27 Agustus 2025

Sumur Minyak di Blora Kebakaran

Marwan Batubara: Kasus Kebakaran Sumur Minyak di Blora Jadi Pembelajaran, Jangan Ada Korban Lagi

Eksploitasi sumber daya alam tidak bisa dilakukan secara mandiri tanpa izin dan pengawasan.

|
Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com
EKPOLITASI SUMBER DAYA ALAM - Pengamat energi Marwan Batubara. Ia menyebut eksploitasi sumber daya alam tidak bisa dilakukan secara mandiri tanpa izin dan pengawasan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebakaran hebat sumur minyak rakyat di Blora, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam operasi migas memang sangat berbahaya.

Sumur minyak rakyat adalah sumur minyak bumi yang dikelola oleh masyarakat secara mandiri, biasanya di wilayah yang memiliki potensi minyak tetapi sudah tidak lagi dioperasikan oleh perusahaan besar seperti Pertamina

Eksploitasi sumber daya alam tidak bisa dilakukan secara mandiri tanpa izin dan pengawasan.

Oleh karena itu, insiden yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia tersebut, harus dijadikan pelajaran penting.

Pernyataan ini disampaikan pengamat energi Marwan Batubara kepada media, Senin (25/8/2025).

Baca juga: Penampakan Sumur Minyak di Blora yang Berhasil Dipadamkan

Lulusan S3 Universitas Indonesia dengan disertasi tentang pengelolaan cadangan migas Natuna Timur ini, menilai insiden Blora tidak boleh terulang lagi ke depannya.

“Ya, (sangat berbahaya). Kejadian tersebut harus jadi pembelajaran berharga supaya tidak ada korban selanjutnya,” kata Marwan.

Karena itulah, Marwan berharap Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, bisa ditinjau ulang.

Isi Permen ESDM ini di antaranya soal ketentuan Sumur minyak bumi yang sudah berproduksi atau idle (tidak aktif), termasuk sumur tua yang dikelola masyarakat.

Kasus kebakaran hebat sumur rakyat di Blora, kata dia, seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh. ”Tetap perlu dievaluasi. Kalau ada yang melanggar harus diberi sanksi. Kalau ada yang  kurang lengkap harus diperbaiki,” jelasnya.

Menurut Marwan, kebijakan tersebut harus dilengkapi berbagai persyaratan untuk memenuhi prinsip-prinsip yang sesuai aturan pertambangan, termasuk aspek pertambangan yang baik, good mining practice. Terutama memenuhi aspek-aspek keselamatan kerja.

Marwan juga membenarkan, bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 di lapangan sangat sulit.

Termasuk mengenai aturan bahwa masyarakat hanya boleh menggarap sumur yang sudah ditinggalkan karena tidak layak secara bisnis korporasi. Bukan sumur baru, yang belum dieksploitasi oleh BUMN.

”Jadi dalam mengeluarkan izin, seharusnya disertai kelengkapan aspek-aspek yang memang ada kaitannya dengan keselamatan kerja dan kepentingan negara serta BUMN. Begitu juga aspek lingkungan, harus diperhatikan,” kata Marwan.

Tak kalah penting, kata dia, keterlibatan Pemerintah, pejabat, termasuk BUMN, BUMD dan Pemda, untuk menjamin bahwa aturan sudah dijalankan dengan konsisten. ”Dengan demikian, diharapkan tak ada pelanggaran aturan di lapangan,” tutup Direktur IRESS ini.

IRESS (Indonesian Resources Studies) adalah sebuah lembaga kajian independen yang fokus pada isu-isu strategis di sektor energi dan sumber daya alam (SDA) di Indonesia.

Lembaga ini dikenal karena sikap kritisnya terhadap kebijakan pemerintah, terutama dalam hal pengelolaan migas, listrik, dan tambang.

Dibarengi Aturan Ketat

Terpisah, pakar keselamatan kerja Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Surabaya, Juwari juga sepakat bahwa sumur minyak rakyat memang sangat berbahaya dan harus jadi pembelajaran.

Untuk itu Juwari berharap, pengelolaannya harus dibarengi aturan yang ketat, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

”Ya, sangat berbahaya. Harus ada undang-undang atau peraturan yang ketat,” ujar Juwari.

Begitu pula terkait Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, Juwari berharap, agar lebih mengedepankan aspek teknologi dan tata kelola sumur rakyat tersebut. ”Apakah kaidah-kaidah pengolahan, penyimpanan, dan pengangkutan sudah sesuai untuk bahan berbahaya mudah terbakar (migas)?” ucapnya.

Termasuk secara kuantitas, apakah ada batasan maksimal yang boleh dikelola masyarakat. Batasan kuantitas tersebut penting, karena semakin banyak yang dikelola, tentu bahaya semakin meningkat dan potensi kecelakaan kerja semakin besar.
 
Terkait batasan kuantitas yang dikelola sumur minyak rakyat, Juwari mencontohkan aturan di Negeri Paman Sam terkait industri kimia.

Misal pekerjaan yang mengelola lebih dari 10.000 kilogram bahan kimia, artinya sudah cukup besar dan berpotensi mengakibatkan kecelakaannya kerja yang fatal.

”Di AS, jika kuantitas tersebut dipenuhi, maka harus mengikuti peraturan keselamatan Process Safety Management (PSM),” ucap Juwari.

Kebakaran Sumur Minyak di Blora

Kebakaran sumur minyak di Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada 17 Agustus 2025 menjadi salah satu insiden migas menjadi sorotan publik.

Api baru berhasil dipadamkan pada 23 Agustus 2025, setelah menyala selama hampir sepekan.

Penyebab: Ledakan akibat pengeboran sumur minyak ilegal tanpa izin dan tanpa standar operasional prosedur (SOP)

Dalam insiden ini ada empat orang yang meninggal dunia: Tanek (60), Sureni (52), Wasini (50), dan Yeti (30)

Korban luka: Seorang balita (AD, 2 tahun) mengalami luka bakar serius dan dirawat di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta 

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan