Ekonom: Perusakan Kebun Sawit Ganggu Iklim Investasi, Kerugian Negara Capai Rp174 Triliun per Tahun
Penurunan pasokan CPO berisiko menekan ketersediaan bahan baku industri domestik, mengurangi devisa ekspor.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Eugenia Mardanugraha melihat perusakan kebun sawit bisa mengganggu iklim investasi dalam negeri.
Eugenia diketahui merupakan Magister Ekonomi dan pernah menjabat anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2023–2028.
Ia menghitung potensi produksi Crude Palm Oil (CPO) yang hilang dampak dari kerusakan.
“Kondisi ini akan merusak iklim investasi dan menciptakan ketidakpastian jangka panjang bagi industri sawit Indonesia,” ujar Eugenia saat dikonfirmasi wartawan, Senin (22/9/2025).
Baca juga: 10 Provinsi Pemilik Lahan Kelapa Sawit Terluas di Indonesia, Mana Saja?
Diketahui, pemerintah telah mengambilalih 3,1 juta hektare dari total 5 juta hektare kebun sawit yang dinilai melanggar hukum, termasuk karena masuk kawasan hutan.
Pengelolaan kebun sawit seluas 1,5 juta hektar tersebut kini telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara.
Di sisi lain, lahan sawit sitaan itu menghadapi tantangan serius, mulai dari perusakan oleh massa hingga lemahnya pengamanan di lapangan.
Eugenia menilai situasi ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dalam skala besar jika tidak segera ditangani dengan serius.
“Potensi produksi yang hilang dari 3,1 juta hektare lahan bisa mencapai 10,85 hingga 12,4 juta ton CPO per tahun. Dengan harga rata-rata Rp12–14 juta per ton, kerugian negara bisa mencapai Rp130–174 triliun per tahun. Itu belum termasuk dampak turunan terhadap tenaga kerja, penerimaan pajak, dan devisa ekspor,” ujar Eugenia.
Ia mengingatkan, gangguan di lahan seluas itu mengancam stabilitas produksi sawit nasional.
Penurunan pasokan CPO berisiko menekan ketersediaan bahan baku industri domestik, mengurangi devisa ekspor, sekaligus memicu kenaikan harga minyak goreng dan biodiesel di dalam negeri.
Eugenia menyampaikan Agrinas perlu segera memprioritaskan strategi perlindungan aset. Langkah yang disarankan antara lain memperkuat patroli keamanan terpadu, memanfaatkan teknologi seperti CCTV, drone, dan sistem monitoring digital, serta melibatkan masyarakat sekitar agar turut memiliki kepentingan menjaga kebun.
“Di sisi produksi, peremajaan (replanting) dan pemeliharaan intensif wajib dipastikan agar pasokan tetap terjaga,” jelasnya.
Eugenia menekankan bahwa pemerintah juga memegang peran krusial dalam memastikan pengelolaan kebun sawit sitaan ini berjalan optimal. Regulasi yang tegas, mekanisme pengawasan ketat, serta dukungan berupa koordinasi dengan aparat keamanan menjadi kunci.
“Pemerintah juga perlu memberi insentif untuk investasi keamanan dan produktivitas, serta menjatuhkan sanksi jika terjadi pembiaran yang merugikan ekonomi negara,” katanya.
Dari perspektif investasi, ia menilai persepsi investor bisa memburuk apabila pemerintah dianggap abai dalam menjaga aset strategis ini. Hal itu bisa menurunkan valuasi industri sawit, menahan masuknya investasi baru.
“Serta meningkatkan persepsi risiko terhadap tata kelola perkebunan sawit nasional,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menegaskan pentingnya pemanfaatan teknologi untuk pengamanan skala besar. Dengan jutaan hektare lahan, penggunaan drone, satelit, dan sistem keamanan digital menjadi keharusan.
Jika pengamanan kebun sawit tidak segera dijadikan prioritas utama, ia mengingatkan akan ada konsekuensi serius terhadap ketahanan pangan dan energi nasional. Pasokan minyak goreng dan bahan baku biodiesel bisa terganggu, memicu fluktuasi harga yang merugikan masyarakat.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan pemerintah telah menguasai kembali 3,1 juta hektar dari potensi 5 juta hektar lahan sawit yang dinilai melanggar aturan termasuk masuk Kawasan hutan. Disampaikannya saat Pidato Kenegaraan di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat (15/8),
Sampai awal September 2025, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) telah menyerahkan lahan sawit kepada PT Agrinas Palma Nusantara yang luasnya mencapai 1,5 juta hektar. Kebun sawit tersebut memiliki nilai aset indikatif Rp150 triliun. Adapun, penerimaan negara tercatat: Rp325 miliar dari escrow account, Rp184,8 miliar dari pajak, dan Rp1,2 triliun dari PBB serta pajak lain.
Direktur Utama PT Agrinas Palma Nusantara, Jenderal TNI (Purn.) Agus Sutomo menyatakan pengelolaan tersebut bukan hanya urusan bisnis, namun amanah besar untuk kesejahteraan rakyat.
“Kami berkomitmen menjaga amanah negara dengan mengelola aset ini secara profesional, transparan, dan berpihak pada kepentingan bangsa. Revitalisasi kebun menjadi prioritas agar lahan ini kembali produktif, sehingga hasilnya benar-benar memberi manfaat untuk rakyat,” ujarnya dikutip dari website resmi Agrinaspalma.
IDSurvey Dorong Praktik Bisnis Hijau Lewat Pendekatan Riset dan Teknologi |
![]() |
---|
Ketua PN Jakarta Pusat Rudi Suparmono Mengaku Ditawari 1 Juta Dolar AS untuk Bantu Perkara CPO |
![]() |
---|
Eks Ketua PN Jakpus hingga Marcella Santoso Jadi Saksi Sidang Korupsi CPO Hari Ini |
![]() |
---|
Satpam PN Jaksel Ungkap Pernah Dititipkan Tas Berisi Dolar Singapura dan 2 Hp oleh Hakim Djuyamto |
![]() |
---|
Eks Panitera PN Jakarta Utara Bantah Jadi Inisiator Kasus Dugaan Korupsi Ekspor CPO |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.