Jumat, 10 Oktober 2025

Baru Kantongi Rp7 Triliun, Ditjen Pajak Ingatkan 200 Penunggak Pajak Bakal Disita Aset dan Pidanakan

Ada 200 wajib pajak besar yang kasus sengketa pajaknya sudah inkracht di pengadilan, dengan total piutang senilai Rp60 triliun.

Kontan/Carolus Agus Waluyo
PENUNGGAK PAJAK - Ilustrasi. Dari piutang Rp 60 triliun penunggak pajak, saat ini baru sekitar Rp 7 triliun atau 11,6% yang berhasil masuk ke kas negara. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mengingatkan penunggak pajak yang tidak taat menjalankan kewajibannya untuk segera melunasi piutangnya.

Diketahui, ada 200 wajib pajak besar yang kasus sengketa pajaknya sudah inkracht di pengadilan, dengan total piutang senilai Rp60 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan, otoritas bakal menempuh jalur ekstrem kepada penunggak pajak yang tidak kooperatif dalam menyelesaikan persoalannya.

Baca juga: Menkeu Purbaya Beri Waktu Seminggu untuk Pengemplang Pajak Bayar Senilai Rp 60 Triliun

Selain penyitaan aset dan pemblokiran rekening, Ditjen Pajak juga menyiapkan upaya pencekalan hingga pemidanaan melalui gijzeling atau paksa badan.

“Apabila ternyata memang tidak kooperatif lagi, kami akan lakukan pencekalan juga, bahkan nanti kalau memang perlu dengan tindakan pemidanaan melalui gijzeling,” ujar Bimo dikutip dari Kontan, (10/10/2025).

Aset yang sudah disita akan dilelang bila dalam jangka waktu tertentu utang pajak tidak juga dibayar. 

Untuk memperkuat langkah ini, Ditjen Pajak bekerja sama dengan berbagai lembaga, termasuk Kejaksaan Agung dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), guna melacak aset dan mempercepat proses penagihan.

Meski begitu, realisasi penagihan masih jauh dari target. 

Dari piutang Rp 60 triliun, baru sekitar Rp 7 triliun atau 11,6 persen yang berhasil masuk ke kas negara.

Konsultan pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, menilai penagihan pajak adalah tahapan terakhir dalam proses administrasi perpajakan yang panjang dan rumit. 

Menurutnya, meski langkah tegas pemerintah bisa memberi tekanan psikologis, hasilnya belum tentu signifikan jika kondisi keuangan wajib pajak memang tidak memungkinkan.

“Walaupun dipaksa oleh Menteri Keuangan, wajib pajak tetap tidak akan bayar pajak jika perusahaan tidak punya cukup uang,” jelas Raden.

Ia menambahkan, utang pajak memang bisa dilunasi dengan melelang aset sitaan. Namun, hasil penjualan aset tersebut tidak bisa langsung dicatat sebagai penerimaan pajak negara.

“Penerimaan pajak tetap membutuhkan uang tunai,” paparnya.

Tak Bisa Lari

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved