Jumat, 10 Oktober 2025

Soal BBM Dicampur Etanol, Bos Toyota Bingung Baru Ribut Sekarang: Hampir Semua Negara Menerapkannya

Secara teknis etanol memang memiliki energy density (kepadatan energi) lebih rendah sekitar 30 persen dibandingkan bensin.

Lita/Tribunnews
BBM ETANOL - Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam ditemui usai acara Pelepasan 3 Juta Ekspor bagi Indonesia di Pabrik Toyota, Karawang Plant 1, Jawa Barat, Kamis (9/10/2025). Di sejumlah negara seperti India, penggunaan etanol justru mendapat subsidi karena berasal dari produk pertanian lokal. 

TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG - Etanol menjadi pembahasan hangat akhir-akhir ini usai SPBU swasta, Vivo Energy dan BP-AKR batal membeli pasokan BBM dari Pertamina.

Sebelumnya, SPBU swasta berencana membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Pertamina, namun belakangan ditemukan kandungan etanol (E) sebesar 3,5 persen.

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menilai perdebatan soal etanol 3,5 persen di Indonesia terkesan berlebihan jika dibandingkan dengan praktik di berbagai negara lain.

"Di luar negeri itu sekarang hampir semua negara sudah menerapkan E10, E20, bahkan Thailand itu sudah bergerak dari E10 ke E20. Di Amerika juga ada E10, E15, bahkan ada yang E85. Di Brasil sendiri sudah E100. Kita 20 tahun yang lalu sudah bisa bikin mesin berbahan bakar etanol 100 persen. Makanya saya juga bingung kok sekarang kita ribut etanol 3 persen," ungkap Bob usai acara Pelepasan 3 Juta Ekspor bagi Indonesia di Pabrik Toyota, Karawang Plant 1, Jawa Barat, Kamis (9/10/2025).

Baca juga: Bahlil Bantah Kualitas BBM Dicampur Etanol Jadi Jelek, Sebut Brasil hingga AS Melakukan Pencampuran

Bob menjelaskan, secara teknis etanol memang memiliki energy density (kepadatan energi) lebih rendah sekitar 30 persen dibandingkan bensin. Namun, jika kandungannya hanya 3 persen, dampaknya pada performa maupun harga sangat kecil.

"Kalau E30 persen itu mungkin 1 persen energinya lebih rendah. Jadi kalau harganya Rp 12.000, dampaknya sekitar Rp 120 perak. Tapi emisinya bisa turun sampai 65 persen," jelasnya.

Ia menambahkan, di sejumlah negara seperti India, penggunaan etanol justru mendapat subsidi karena berasal dari produk pertanian lokal. Dengan meningkatnya permintaan etanol, pendapatan petani juga ikut naik.

"Kalau ke depan banyak petani yang sudah mengubah hasil taninya menjadi etanol, ini justru bisa menjadi siklus positif. Jadi kita tidak melihat masalah politiknya, tapi secara referensi negara lain kondisinya seperti itu," terang Bob.

Lebih jauh, Bob menyebut pentingnya momentum ini untuk mendorong transformasi industri otomotif Indonesia. Menurutnya, Indonesia harus bergeser dari sekadar pasar menjadi basis produksi global.

"Sekarang 50 persen ekspor kita sudah direct export. Indonesia sudah menjadi production base. Jadi ini momentum bagi kita untuk shifting, jangan melihat Indonesia hanya sebagai market, tapi kita harus bisa mengisi market-market luar negeri," ujar Bob.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved